Ada teman saya curhat tentang seorang gadis. Gadis itu cantik. Menurutnya, cantik itu hoki. Karena cantik, gadis tadi gampang dapat pekerjaan. Dengan senyum manis saat wawancara ia diterima bekerja.
Dengan keramahannya yang menyenangkan, ia disukai banyak orang. Karirnya meningkat cepat. Ia sukses karena hoki, kata teman saya tadi. Kebetulan ia juga seorang perempuan.
Saya protes argumen itu. Gadis tadi tidak hoki. Ia menyadari keunggulan yang ia punya, lalu memanfaatkannya. Tapi ia memanfaatkannya dengan benar. Ia tidak menjual kecantikannya dalam pengertian seksual, untuk mendapatkan uang.
Bagian ini sebenarnya agak sulit dilihat orang lain. Ia melakukan banyak usaha lain yang tidak disadari orang. Pertama, ia tidak membuat kesalahan dalam bekerja. Ia bekerja dengan benar. Biarpun ia cantik, kalau ia terus melakukan kesalahan, kemungkinan ia akan dibuang.
Ia ramah. Tidak mudah untuk menjadi ramah itu. Tidak mudah membangun suasana kerja yang menyenangkan. Suasana kerja yang menyenangkan mendorong banyak orang untuk bekerja lebih baik lagi. Tidakkah itu bisa dianggap hal besar?
“OK, lah,” kata seorang gadis yang kebetulan tidak cantik. “Setidaknya ia lebih mudah masuk kerja daripada saya. Ia lebih mudah membangun suasana menyenangkan daripada saya. Bukankah dia lebih hoki dari saya.”
Nah, kesalahanmu adalah mencoba meniru jalan orang yang memiliki kelebihan yang tidak kau miliki. Berhentilah mengeluh dan membandingkan diri dengan orang lain. Itu hanya akan membuat kita semakin terpuruk.
Saat saya tanya apa kelebihan yang ia miliki, seenaknya dia jawab tidak tahu. Padahal itulah masalah terbesarnya. Kita tidak pernah tahu apa kelebihan kita adalah masalah serius di era yang serba kompetitif seperti sekarang ini.
Karena kita tidak tau apa kelebihan kita, maka tidak pernah memanfaatkannya. Alih-alih bisa mengembangkannya. Kelebihan yang kita miliki akhirnya hanya akan menjadi sesuatu yang sia-sia.
Dulu, pernah ada perempuan yang curhat soal susah mendapat pekerjaan karena tidak punya orang dalam. Saya bilang, orang dalam itu bukan satu-satunya syarat agar orang bisa kerja.
Kita yang tidak punya koneksi pada orang dalam masih bisa mengembangkan skill yang kita miliki hingga membuat perusahaan tertarik. Kita bisa membangun citra, membuat diri kita layak diterima kerja.
Begitulah. Banyak orang gagal memahami sukses orang lain, menyandarkannya pada faktor yang tidak bisa diutak-atik: hoki. Ia tidak paham apa keunggulan orang itu. Makanya ia pun tak paham dan tak sadar apa keunggulan dirinya.
Komentar
Posting Komentar