Langsung ke konten utama

HOKI

Ada teman saya curhat tentang seorang gadis. Gadis itu cantik. Menurutnya, cantik itu hoki. Karena cantik, gadis tadi gampang dapat pekerjaan. Dengan senyum manis saat wawancara ia diterima bekerja. 

Dengan keramahannya yang menyenangkan, ia disukai banyak orang. Karirnya meningkat cepat. Ia sukses karena hoki, kata teman saya tadi. Kebetulan ia juga seorang perempuan.

Saya protes argumen itu. Gadis tadi tidak hoki. Ia menyadari keunggulan yang ia punya, lalu memanfaatkannya. Tapi ia memanfaatkannya dengan benar. Ia tidak menjual kecantikannya dalam pengertian seksual, untuk mendapatkan uang.

Bagian ini sebenarnya agak sulit dilihat orang lain. Ia melakukan banyak usaha lain yang tidak disadari orang. Pertama, ia tidak membuat kesalahan dalam bekerja. Ia bekerja dengan benar. Biarpun ia cantik, kalau ia terus melakukan kesalahan, kemungkinan ia akan dibuang. 

Ia ramah. Tidak mudah untuk menjadi ramah itu. Tidak mudah membangun suasana kerja yang menyenangkan. Suasana kerja yang menyenangkan mendorong banyak orang untuk bekerja lebih baik lagi. Tidakkah itu bisa dianggap hal besar?

“OK, lah,” kata seorang gadis yang kebetulan tidak cantik. “Setidaknya ia lebih mudah masuk kerja daripada saya. Ia lebih mudah membangun suasana menyenangkan daripada saya. Bukankah dia lebih hoki dari saya.”

Nah, kesalahanmu adalah mencoba meniru jalan orang yang memiliki kelebihan yang tidak kau miliki. Berhentilah mengeluh dan membandingkan diri dengan orang lain. Itu hanya akan membuat kita semakin terpuruk. 

Saat saya tanya apa kelebihan yang ia miliki, seenaknya dia jawab tidak tahu. Padahal itulah masalah terbesarnya. Kita tidak pernah tahu apa kelebihan kita adalah masalah serius di era yang serba kompetitif seperti sekarang ini. 

Karena kita tidak tau apa kelebihan kita, maka tidak pernah memanfaatkannya. Alih-alih bisa mengembangkannya. Kelebihan yang kita miliki akhirnya hanya akan menjadi sesuatu yang sia-sia.

Dulu, pernah ada perempuan yang curhat soal susah mendapat pekerjaan karena tidak punya orang dalam. Saya bilang, orang dalam itu bukan satu-satunya syarat agar orang bisa kerja. 

Kita yang tidak punya koneksi pada orang dalam masih bisa mengembangkan skill yang kita miliki hingga membuat perusahaan tertarik. Kita bisa membangun citra, membuat diri kita layak diterima kerja. 

Begitulah. Banyak orang gagal memahami sukses orang lain, menyandarkannya pada faktor yang tidak bisa diutak-atik: hoki. Ia tidak paham apa keunggulan orang itu. Makanya ia pun tak paham dan tak sadar apa keunggulan dirinya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k