Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2021

Melawan Kelangkaan Pupuk

Penggunaan pupuk sakti pada tanaman jagung Barusan telfonan sama bapak. Beliau ngeluh soal pupuk. Beliau tanya kenapa pupuk bisa langka di lapangan. Saya jawab sederhana seperti yang pernah saya tulis kemarin.  "Kalau mau solusi yang paling gampang, bapak beralih saja ke pupuk organik. Toh juga tahun lalu kita pake itu, kita tetap bisa panen seperti biasa. Malah, hasilnya lebih memuaskan."  Panjang lebar diskusi, bapak akhirnya setuju. Bapak lalu meminta dikirimi beberapa botol lagi pupuk organik untuk musim tanam kali ini. Ini salah satu opsi menghadapi kelangkaan pupuk.  Sebenarnya, ada banyak opsi lain yang bisa dilakukan. Tapi saya pikir solusi ini lebih efektif. Minimal ada dua alasan mendasar. Pertama, harganya lebih murah. Kedua, hasilnya juga memuaskan.  Ini hanya soal mindset dan keberanian. Kita sudah diwasiri tata cara bertani secara turun temurun. Banyak dari kita yang percaya bahwa pupuk kimia memang lebih baik dibandingkan pupuk organik. Sehingga jika terjadi ke

Belajar Bodo Amat!

Buku sebuah seni untuk bersikap bodoh amat Beberapa hari yang lalu, saya naik pesawat jurusan Lombok-Jakarta. Baru mau terbang, petugas mengumumkan ada gangguan teknis sehingga pesawat harus diperiksa. Penerbangan di undur. Pesawat delay sekitar 30 menit. Untung saya bawa bekal untuk mengganjal perut.  Penumpang banyak yang menggerutu. Ada juga yang panik, mereka takut kalau-kalau terjadi sesuatu. Saya mengeluarkan headset, menyambungkannya, lalu tidur. Saya tenang-tenang saja. Kok bisa tenang? Pramugarinya cantik bikin hati adem. Gak lah, becanda.  Lah emang mau gimana lagi? Saya grasak grusuk pun tak akan mengubah keadaan sekaligus fakta bahwa pesawat yang saya tumpangi sedang mengalami kerusakan. Saya juga tidak bisa berkontrobusi untuk memperbaiki kerusakan tadi. Jadi, ya saya tenang aja sambil nunggu perbaikan.  Saya baru membaca buku berjudul Sebuah Seni untuk Bersikap Bodoh Amat yang ditulis blogger kenamaan Mark Manson. Konsepnya bukan semata untuk mengajarkan kita bersikap mas

Perkara Pinjam Meminjam DUIT

Perkara pinjam meminjam DUIT (sumber gambar: google) Belakangan ini, saya cukup sering dimintain tolong soal duit. Oh iya, saya mesti disclaimer dulu. Tulisan ini tidak untuk mengindikasikan kesombongan, sok, angkuh, atau sejenisnya. Ini hanya pengalaman, dan akan saya ceritakan menurut perspektif pribadi.  Kembali ke soal yang tadi. Entah kenapa, akhir-akhir ini banyak sekali yang menghubungi saya prihal pinjam meminjam duit. Lebih tepatnya, mereka yang menghubungi saya hendak meminjam sejumlah uang. Saya tak tau pula apa yang sebenarnya melatarbelakangi mereka.  Padahal, dilihat dari banyak sisi, saya tak punya sesuatu yang spesial. Saya tak punya uang. Saya masih hidup pas pasan seperti kebanyakan orang. Kalau pun ada rejeki lebih, paling hanya cukup untuk nongkrong sama neng geulish di malam minggu. Singkatnya, saya masih jauh dari kesan mapan.  Tapi faktanya memang begitu. Tiap hari ada saja yang minjam. Motif dan nominalnya juga beragam. Ada yang keluarganya sakit, dan butuh uang

Kelangkaan Pupuk

Kelangkaan pupuk (sumber gambar: google) Masalah klasik di sektor pertanian itu banyak. Harga selalu merosot saat musim panen. Pupuk langka dan mahal saat musim tanam. Belum masalah obat-obatan, pestisida, hama, gagal panen, bencana alam dan masih banyak lagi.  Tapi kali ini saya ingin menulis sedikit soal kelangkaan pupuk. Sebenarnya ada beberapa hal yang menyebabkan pupuk ini lngka. Tapi yang paling mendasar ada dua. Pertama, total subsidi yang digelontorkan oleh pemerintah tidak sebanding dengan kebutuhan petani yang diusulkan melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok atau RDKK.  Sederhananya begini; dasar dari subsidi pupuk itu adalah RDKK yang sudah masuk dalam database pemerintah. Sepanjang 2021, pemerintah hanya mengalokasikan sebanyak 7,2 juta ton dengan total anggaran sebesar Rp 25,2 triliun untuk pupuk bersubsidi. Sedangkan kebutuhan pupuk sepanjang tahun 2021 diperkirakan sekitar 9,1 juta ton dengan anggaran Rp 32,5 triliun. Marginnya kelihatan antara jumlah permintaan da

Politics of Hope

Politics of hope (sumber gambar: google) Warisan terbesar pendiri bangsa ini adalah politik harapan. Politik adalah jalan untuk menggapai harapan bersama; bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Jika kita kehilangan harapan, kita kehilangan identitas.  Politik harapan harus berjejak pada visi yang diperjuangkan menjadi kenyataan. Harapan tanpa visi adalah kesesatan. Dan visi yang tak pernah diupayakan menjadi kenyataan adalah omong kosong.  Saudaraku, waktu berlalu dengan cepat, zaman terus bergerak. Mereka yang menanam bunga meyakini indahnya esok hari. Hari esok pun adalah milik mereka yang meyakini indahnya mimpi.  Para pemimpi sejati menyadari, tak ada pencapaian tanpa penanaman, juga tanpa proses penempaan diri dalam lumpur waktu. Barangsiapa tak berkeringat menanam dan merawat bunga harapan, mereka tak dapat menikmati indahnya tamansari masa depan.  Upaya untuk menyemai politik harapan harus terus terpatri dalam diri.