![]() |
Kelangkaan pupuk (sumber gambar: google) |
Masalah klasik di sektor pertanian itu banyak. Harga selalu merosot saat musim panen. Pupuk langka dan mahal saat musim tanam. Belum masalah obat-obatan, pestisida, hama, gagal panen, bencana alam dan masih banyak lagi.
Tapi kali ini saya ingin menulis sedikit soal kelangkaan pupuk. Sebenarnya ada beberapa hal yang menyebabkan pupuk ini lngka. Tapi yang paling mendasar ada dua. Pertama, total subsidi yang digelontorkan oleh pemerintah tidak sebanding dengan kebutuhan petani yang diusulkan melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok atau RDKK.
Sederhananya begini; dasar dari subsidi pupuk itu adalah RDKK yang sudah masuk dalam database pemerintah. Sepanjang 2021, pemerintah hanya mengalokasikan sebanyak 7,2 juta ton dengan total anggaran sebesar Rp 25,2 triliun untuk pupuk bersubsidi. Sedangkan kebutuhan pupuk sepanjang tahun 2021 diperkirakan sekitar 9,1 juta ton dengan anggaran Rp 32,5 triliun. Marginnya kelihatan antara jumlah permintaan dan kemampuan.
Kedua, penyimpangan penggunaan pupuk subsidi. Dasar dari munculnya RDKK adalah luas lahan yang bersertifikat resmi. Luas lahan yang diajukan pun terbatas. Kalau tak salah, maksimal dua hektar. Sementara fakta di lapangan, banyak juga yang menggunakan pupuk subsidi tidak di lahan yang bersertifikat resmi ini.
Saya beberapa kali bertemu dengan para petani di lapangan. Mereka mengakui kerap menggunakan pupuk bersubsidi di lahan yang tidak bersertifikat resmi. Menurut data dari dinas pertanian provinsi NTB, tahun 2021 ini kita mendapat tambahan alokasi pupuk untuk hampir semua jenis. Baik Urea, NPK, SP-36 dan ZA untuk digunakan di bulan November- Desember.
Untuk pupuk urea, juga dialokasikan 100% dari kebutuhan yang diusulkan melalui RDKK. Sementara realisasi penyaluran pupuk sampai dengan bulan Oktober sudah mencapai 87,65%. Artinya, penyaluran untuk jenis pupuk subsidi ini sebentar lagi rampung.
Dari dua case di atas, kita sebenarnya sudah mengerti di mana pangkal masalahnya. Mulai dari proses perencanaan, pendistribusian, hingga penggunaannya di lapangan. Semua rata2 bermasalah. Kadang, ada saja oknum2 yang suka bermain dengan cara melakukan penimbunan.
Oknum2 seperti ini biasanya ada di setiap daerah. Mereka hanya akan menjual saat terjadi kelangkaan, sebab harganya bisa naik bahkan sampai dua kali lipat. Tapi ini tak seberapa juga dampaknya. Kalau mereka lakukan penimbunan, paling tidak sampai dalam jumlah besar.
Nah, masalah kelangkaan pupuk ini tak akan pernah bisa terselesaikan jika pemenuhan anggaran serta penggunaannya tidak sesuai ketentuan. Sementara sekarang ini, prioritas pemerintah bukan pada sektor pertanian. Alokasi APBN yang mengalir ke kementan sangat sedikit. Terlebih untuk anggaran subsidi pupuk.
Singkatnya begitu.
Komentar
Posting Komentar