Langsung ke konten utama

Belajar Bodo Amat!

Buku sebuah seni untuk bersikap bodoh amat

Beberapa hari yang lalu, saya naik pesawat jurusan Lombok-Jakarta. Baru mau terbang, petugas mengumumkan ada gangguan teknis sehingga pesawat harus diperiksa. Penerbangan di undur. Pesawat delay sekitar 30 menit. Untung saya bawa bekal untuk mengganjal perut. 

Penumpang banyak yang menggerutu. Ada juga yang panik, mereka takut kalau-kalau terjadi sesuatu. Saya mengeluarkan headset, menyambungkannya, lalu tidur. Saya tenang-tenang saja. Kok bisa tenang? Pramugarinya cantik bikin hati adem. Gak lah, becanda. 

Lah emang mau gimana lagi? Saya grasak grusuk pun tak akan mengubah keadaan sekaligus fakta bahwa pesawat yang saya tumpangi sedang mengalami kerusakan. Saya juga tidak bisa berkontrobusi untuk memperbaiki kerusakan tadi. Jadi, ya saya tenang aja sambil nunggu perbaikan. 

Saya baru membaca buku berjudul Sebuah Seni untuk Bersikap Bodoh Amat yang ditulis blogger kenamaan Mark Manson. Konsepnya bukan semata untuk mengajarkan kita bersikap masa bodoh. Bukan. Masa bodoh itu adalah sikap terkesan tidak peduli, acuh, bahkan mengabaikan sesuatu. Inti dari buku ini tidak demikian. 

Terus apa? Ada satu pertanyaan menarik untuk menggambarkannya. Would it make any change if you think about it? Apakah dengan memikirkannya, kita akan memberikan kontribusi pada solusinya? Jika tidak, maka kita bisa bersikap bodo amat atau mengabaikannya. Singkatnya begitu. 

Banyak orang depresi melihat kelakuan orang-orang disekitarnya. Dia berharap orang-orang itu berubah, tapi Dia tidak punya kemungkinan kontribusi untuk merubahnya. Ia ingin mengubah lingkungan sekitar, tapi tak punya instrumen untuk melakukannya. 

Jika ia bertahan, ia akan menghabiskan energi secara cuma-cuma. Ia merugikan diri sendiri. Padahal solusinya sederhana, gantilah orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Cari yang cocok dan se-frekuensi. Mengganti lebih mudah ketimbang berharap orang lain berubah.

Stephen Covey mengajarkan kita adanya dua lingkaran. Lingkaran pertama disebutnya lingkaran kepedulian. Lingkaran ini berisi hal-hal yang masuk ke pikiran kita, tapi kita tidak punya pengaruh untuk mengubahnya. Lingkaran kedua disebut lingkaran pengaruh, yaitu kita punya kekuasaan untuk mengubahnya. 

Nah, yang mesti dilakukan adalah berfokus pada lingkaran kedua. Gunakanlah energi untuk menggunakan pengaruh demi mengubah keadaan. Di lingkaran pertama, berapa banyak pun energi yang kita gunakan, kita tidak akan mengubah apapun.

Dalam hidup, kita hanya punya kepedulian dalam jumlah yang sangat terbatas. Betapapun kita ingin terlibat dalam banyak hal, faktanya kita tak bisa berkontrobusi pada semuanya. Makanya, kita harus bijaksana dalam menentukan kepedulian kita. 

Gunakanlah energi pada hal-hal yang tepat, yang benar-benar penting dan mempengaruhi pengembangan diri kita, tetapkan tujuan, lalu fokuslah melangkah demi menggapai tujuan itu. Sisanya, kita bisa abaikan. 

Barangkali, itulah seni bersikap bodo amat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k