![]() |
Nissa Sabyan di Sumbawa (Poto: Humas Sumbawa) |
Hari ini, saya melihat postingan salah satu akun resmi milik Pemkab Sumbawa. Nissa Sabyan, artis muda yang tengah naik daun itu, sudah mendarat di tanah bulaeng. Di bandara Sultan Muhammad Kaharuddin Sumbawa, ia disambut beberapa pejabat daerah. Nissa akan ikut memeriahkan acara puncak HUT Kabupaten Sumbawa yang ke-61 pada 22 Januari besok.
Melalui jendela kecil media sosial, saya hanya bisa mengelus dada. Saya memang sudah merencanakan untuk pulang, lalu menonton langsung konsernya di Sumbawa. Saya sudah membayangkan penampilannya di atas panggung. Saya membayangkan ia akan membawakan lagu kesukaan saya "Ya Asyiqol Mustofa", lalu disambut gemuruh tangan. Sayang sekali, di waktu yang bersamaan, saya harus menyelesaikan beberapa pekerjaan.
Bagi saya, tak ada kalimat yang pantas untuk menggambarkan sosok Nissa, selain kata cantik. Sebagai penyanyi pendatang baru, ia sungguh ideal. Manis, putih, merdu. Ia adalah representasi kaum milenial. Ia tidak terjebak pada dunia keartisan yang serba glamour, berpenampilan seksi, serta selalu tampil dengan goyangan ngebor di atas panggung.
Nissa, melalui group band Sabyan membuktikan bahwa lagu-lagu bertemakan religi masih mampu bersaing dan menghiasi belantika musik tanah air. Lagu-lagu religi masih layak didengar, dinikmati, hingga memiliki pangsa pasar tersendiri. Nissa menyanyikan lagu-lagu religi dengan penuh penjiwaan. Suaranya memang khas.
Saya senang saat ia menyanyikan lagu Deen Assalam. Di kanal YouTube, video clip dari lagu itu bahkan telah ditonton oleh 262 juta orang. Padahal, tadinya lagu itu tak seberapa dikenal. Sabyan kemudian mengcovernya, mengaransemen ulang, mencari komposisi yang sesuai dengan selera zaman, lalu dinyanyikan oleh Nissa dengan penuh penghayatan.
Belakangan ini, saya sering melihat Nissa di berbagai kanal media. Saya mengikutinya di instagram. Saat senggang, saya akan mendengar lagu-lagunya di YouTube. Saya menyukai gayanya saat bernyanyi. Entah kenapa, tiap kali gadis itu tersenyum, ada desir aneh yang bergemuruh di dada. Saya amat betah melihatnya.
Di mata saya, Nissa punya kecantikan yang khas sebagaimana anak negeri. Di banding banyak artis lain yang separuh Eropa dan kalau berbicara dicampur dengan aksen asing (misalnya kalau menyebut kata becek dengan beychek), maka Nissa justru sangat Indonesia. Ditambah lagi dengan fakta bahwa ia tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga islami.
Mungkin saya agak berlebihan. Mungkin saya sudah menjadi korban media yang dengan sukses telah menanamkan imaji terhadap seseorang. Cara berpikir dan kesukaan saya pada sesuatu telah dikonstruksi sedemikian rupa sehingga saya ikut larut di dalamnya.
Saya tahu bahwa Nissa Sabyan itu produk televisi dan media sosial, namun saya merasa suka dan senang memandang wajahnya. Media memang mengkonstruksi sesuatu, namun saya justru merasa happy dengan konstruksi kultural tersebut.
Meskipun saya tahu bahwa esok lusa, rasa suka itu akan hilang. Kelak Nissa juga akan terhempas oleh artis-artis baru yang datang dengan wajah mungkin lebih fresh dan lebih muda. Inilah tabiat pasar yang lembut pada seseorang, namun bisa juga sangat kejam. Inilah fenomena industri hiburan kita. Mereka bisa sedemikian menghegemoni.
Tapi biarlah. Biarlah hati ini mengalir. Biarlah dada ini berdebar-debar. Biarlah tunas-tunas ini tumbuh dan merekah. Mereka memang tak tahu rasanya menjadi bahagia dan mengidolakan seseorang. Mereka memang tak tahu rasanya berbunga-berbunga.
Ah, tiba-tiba saja saya ingin bernyanyi;
Inikah yang dinamakan cinta..
Oh..inikah cinta..
Cinta pada pandang pertama..
Dengan dirinya..