Langsung ke konten utama

Jawabannya Adalah Khofifah

Gambar: google

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bertemu para petinggi Golkar. Paloh mengungkap, agenda pertemuan dengan Golkar itu merupakan skala prioritas. Banyak yang berspekulasi apakah Paloh tengah berusaha melobi Golkar agar mau menggandeng Anies dengan Ridwan Kamil yang telah resmi menjadi kader partai berlambang beringin itu.

Bergabungnya PKS dengan koalisi perubahan semakin memuluskan langkah Anies Baswedan untuk mencalonkan diri sebagai Presiden. Anies telah didukung oleh 3 partai yang kalau jumlah kursinya di DPR digabungkan akan lebih dari syarat 20%. Partai2 lain harus memilih, ikut koalisi ini atau membuat koalisi baru. 

Selanjutnya, tinggal menunggu siapa cawapres potensial untuk digandengkan dengan Anies Baswedan. PKS dan Demokrat sudah legowo. Keterangan resmi dari kedua partai tersebut menyebut bahwa mereka menyerahkan kepada Anies untuk memilih siapa pendampingnya. 

Jika Politik adalah arena adu taktik demi mendulang massa sebanyak-banyaknya, maka jawaban dari penantian itu adalah Khofifah Indar Parawansa. Setidaknya ada beberapa alasan yang membuat Khofifah layak mendampingi Anies untuk maju sebagai Cawapres 2024 nanti. 

Pertama, Khofifah adalah Gubernur Jawa Timur. Khofifah punya rekam jejak bagus dalam perpolitikan tanah air. Ia pernah menjadi Anggota DPR RI, Menteri Sosial, hingga terpilih menjadi Gubernur Jatim pada 2019 lalu. 

Djawa adalah Koentji dari pertarungan. Mereka yang menguasai Pulau Jawa adalah pemenangnya. Memasangkan Anies dan Khofifah adalah langkah kongkrit mengingat keduanya punya basis massa yang berbeda. Keduanya bisa saing melengkapi dan saling mengisi dari sisi suara. 

Khofifah dinilai lebih bisa menjadi pendongkrak suara bagi Anies jika dibandingkan dengan Ridwan Kamil yang memiliki curug yang sama yakni di Jawa Barat. Apalagi, sampai saat ini, Golkar juga masih ngotot mencalonkan Airlangga meski elektabilitasnya tergolong rendah. 

Kedua, soal gender. Eksistensi pemilih perempuan sangat mempengaruhi diskursus politik pada pilpres 2019. Kiprah perempuan demikian terasa sebab mereka menjelma menjadi entitas politik yang aktif berinteraksi dalam pemilu. Apalagi dari sisi jumlah, kelompok ini tidak sedikit. 

Memilih Khofifah sebagai cawapres selain bisa menjadi magnet bagi pemilih perempuan dan kalangan emak-emak, keduanya juga akan menjadi pasangan yang substansial dari segi keterwakilan gender. 

Anies dan Khofifah pernah sama-sama menjadi Menteri Jokowi. Keduanya punya rekam jejak bagus dan sama-sama sukses menjadi Gubernur setelah tidak lagi di kabinet. Jika pasangan ini terbentuk, maka bisa dipastikan Pilpres 2024 punya warna baru dan lebih menarik. 

Ketiga, Khofifah adalah kader NU. Saat ini, selain menjabat Gubernur Jatim, Khofifah juga masuk dalam kepengurusan PBNU. Menggandeng Khofifah adalah langkah kongkrit demi mendulang suara dari para tokoh dan simpatisan NU. 

Inilah yang dilakukan Presiden Jokowi pada Pilpres 2019 lalu. Di detik-detik terakhir, Jokowi memilih Ma'ruf Amin yang dinilai merupakan refresentasi NU. Keputusan itu akhirnya sukses mengantarkan Jokowi menuju periode kedua. 

Kini, peluang Anies semakin terbuka lebar. Ia sudah mengantongi satu tiket pencapresan. Bisa dibilang, Anies sudah curi start dibanding pesaing-pesaingnya nanti. Di saat partai-partai lain masih sibuk menentukan siapa yang akan dicapreskan, Anies sudah selangkah di depan. 

Pertanyaaanya, apakah momentum ini bisa dimanfaatkan dengan baik oleh Koalisi Perubahan atau justru sebaliknya? Inilah realitas politik. Selalu ada kejutan dalam setiap tahapannya. Sebagai rakyat, kita hanya bisa menyaksikan dari jauh sambil berharap mereka yang akan terpilih nanti benar-benar memihak kaum lemah. 

Tapi, mungkinkah? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k