Langsung ke konten utama

Proses Pendewasaan Politik

Johan Rosihan Anggota DPR RI

Saya kebetulan bekerja dengan bapak ini. Saya diberi mandat untuk ikut beliau kemana-mana. Saya mendampingi beliau kunjungan kerja ke banyak tempat. Saya yang hari-harinya mengantar beliau ke ruang rapat. Mulai dari rapat komisi, fraksi, ataupun rapat paripurna. 

Kalau hendak rapat, biasanya di sepanjang jalan menuju kantor kami berdiskusi soal isu-isu hangat dan populer. Tentunya yang bermitra langsung dengan komisi yang beliau bidangi seperti pertanian, kelautan perikanan, kehutanan, dan bulog. 

Kalau beliau bicara, saya biasanya mencatat dan mendengarkan saja. Sesekali juga memberi pertimbangan dan masukan. Tadi pagi sebelum rapat saya sodorkan beberapa kepingan berita yang tengah ramai dibicarakan publik. 

Ada ibu-ibu yang meninggal saat antre minyak goreng, anjloknya harga gabah di tingkat petani, tingginya harga kedelai, mahalnya harga daging sapi, hingga fluktuasi harga bahan pokok menjelang ramadhan. Singkatnya kami berdiskusi. 

Tujuannya sederhana saja; kami ingin masalah real yang hari-hari kami temui saat turun ke dapil juga ikut dibicarakan dalam forum-forum resmi pengambilan kebijakan. Kami lahir dan besar dari keluarga petani, kami ingin isu-isu soal pertanian ini ramai dibicarakan. Kami ingin sektor pertanian menjadi topik yang setiap hari kami cari solusinya bersama-sama. 

Kami tidak ingin pejabat tinggi republik ini hanya menjadikan sektor pertanian sebagai gimmick saat pidato saja. Kami ingin melihat Indonesia yang berdaulat dalam urusan pangan sebagaimana cita-cita mulai Bung Karno dulu. 

Dari awal, kami memang sudah memilih posisi ini. Memilih lebih fokus pada isu-isu yang menyangkut hajat hidup para pemilih, konsituen, dan masyarakat secara umum terutama dari dapil kami di Pulau Sumbawa. 

Itulah alsannya mengapa kami cukup aktif menyuarakan soal pangan hampir di semua forum. Jejak digitalnya banyak di google, youtube atau laman resmi DPR RI. Saking seringnya, beliau sampai dijuluki dewan petani oleh anggota-anggota lain di Fraksi PKS. 

Tapi, ya gitu deh. Namanya juga politisi, setiap gerak dan langkahnya selalu punya konsekuensi. Ada yang suka, ada pula yang tidak suka. Itu biasa saja. Lagian beliau juga sering mengingatkan kalau politik itu nggak boleh terlalu masuk ke hati, cukup sampai di kulit saja. Politik juga harus menganut nilai dan etika, sebab itulah yang membedakan seorang politisi dengan preman. 

Meski hampir tiap hari bicara soal pertanian, kami malah sering juga di demo dengan alasan tidak pernah menyuarakan keluhan petani dan melakukan pembiaran atas rusaknya hutan di NTB. Tapi, kembali lagi ke hal yang tadi, itu semua biasa saja. 

Bagi saya, semua yang saya rasakan selama mendampingi politisi adalah bagian dari proses pendewasaan saja. Yang paling penting sih fokus pada tujuan dan berpegang teguh pada nilai yang kita anut. Selebihnya, kita boleh abaikan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k