Langsung ke konten utama

Apa itu JODOH?

Ilustrasi (gambar: google)

Semalam, saya tanya seseorang tentang konsep jodoh. Saya selalu kurang puas (bukannya tidak percaya) jika pembahasan tentang jodoh ini terlalu cepat diarahkan ke hal-hal berbau agama. 

Saya orang beriman. Saya selalu percaya bahwa ada semacam kekuatan yang mengatur maut, rezeki, jodoh, di luar kendali manusia, tetapi saya juga menutut penjelasan logis terhadap hal-hal seperti itu. 

Saya percaya orang yang saya tanyai ini punya pemahaman mendalam soal itu. Baik dari sisi agama, maupun akal. Saya selalu berdiskusi banyak hal dengan beliau kalau ada sesuatu yang mengganjal. 

Apa sih yang disebut dengan jodoh? 

Ada seorang laki-laki tengah menyukai wanita. Ia kemudian berusaha mendekati, membuat dirinya dikenal. Mereka nyambung, lalu pacaran, dan akhirnya menikah. Apakah itu disebut jodoh? 

Sebaliknya, ada 2 orang yang sudah pacaran lama, sudah bertunangan, bahkan sudah menyebar undangan, tapi akhirnya tak jadi menikah. Apakah mereka disebut tak berjodoh? 

Kalau menikah artinya mereka berjodoh? Terus bagaimana dengan yang sudah menikah, ternyata akhirnya bercerai. “Ternyata dia bukan jodoh saya,” katanya. Lah, terus jodoh itu apa?

Kita percaya jodoh itu sudah diatur. Asam di gunung, garam di laut, bertemu di dalam panci. Kalau jodoh tak lari ke mana. Kalau sudah ditentukan, apakah dengan diam saja seseorang akan dapat jodoh? Ternyata tidak juga.

Menurut saya, persepsi tentang jodoh ini lahir dari kesimpulan bias manusia atas kejadian yang terjadi di sekitarnya. Manusia melihat banyak kejadian, lalu menyimpulkan pola tentang kejadian-kejadian itu. Tapi selalu saja ada kejadian yang berbeda dari pola umum yang sering terjadi tadi. 

Ada banyak kejadian yang kita anggap tidak masuk akal, tapi terjadi juga. Nah, penjelasan paling gampang soal itu ya "karena ada yang mengatur." Padahal, bisa jadi hal-hal yang kita anggap tidak biasa itu adalah sesuatu yang biasa-biasa saja dan bisa dijelaskan dengan akal. 

Ada hal-hal yang tidak biasa terjadi, yang kita anggap menarik dan kerap mencuri perhatian kita. Jika kebetulan kita paham dengan fenomena itu, maka kita akan jelaskan secara detail. Jika tidak, kita akan dengan gampang mengatakan "sudah ada yang mengaturnya". 

Loh, kalau semua diskusi kita arahkan pada pemahaman berbasis keyakinan, bahkan tidak ada sehelai daun pun yang gugur tanpa interpensi kekuatan yang mengatur tadi. Bukankah yang normal maupun yang di luar nalar manusia, keduanya memang sama- sama sudah ada yang mengatur? 

Orang menikah karena adanya interaksi. Interaksi ada yang langsung, ada pula yang tidak langsung. Untuk kasus yang tidak langsung, kita membutuhkan orang ketiga sebagai penghubung atau fasilitator. 

Interaksi ini ditentukan oleh mobilitas manusia. Mobilitas itu ditentukan oleh teknologi. Dulu, mustahil orang Sumbawa bisa menikah dengan bule Argentina. Tetapi baru-baru ini, kejadian itu bisa kita saksikan sama-sama. 

Di zaman modern, mobilitas manusia lebih tinggi. Pola-pola pertemuan mereka jadi lebih luas. Teknologi memungkinkan semua orang untuk saling terhubung. Kini, 2 orang dari tempat berjauhan bisa memutuskan untuk menikah tanpa perlu bertemu terlebih dahulu. Seabad yang lalu mustahil hal itu terjadi. 

Ibu saya seorang pedagang kuliner lokal. Dulu, masakannya hanya bisa dinikmati oleh orang-orang kampung. Paling jauh dari kampung sebelah, jika kebetulan datang main ke kampung kami. Teknologi berkembang. Kini, kuliner buatan ibu saya bisa dipesan oleh banyak orang dari berbagai daerah. 

Adakah yang mengatur siapa pembeli kuliner ibu saya? Ada. Dan selalu bisa dijelaskan dengan akal. Demikian pula soal siapa menikah dengan siapa. Itu hanyalah produk pilihan yang dibuat manusia saat merespon situasi yang ia hadapi. 

Seorang pemuda melihat gadis di satu kedai kopi. Ia menyukai gadis itu. Itu biasa saja. Apa yang membuat keduanya bisa menikah? Kalau pemuda tadi berinisiatif mendekat, mengajak kenalan. Itu pun tergantung tanggapan dari si gadis. Kalau ia menganggap itu gangguan, cerita tidak akan berlanjut.

Saya berkali-kali ditolak cewek karena jelek dan kere. Jawabannya juga aneh-aneh. Ada yang jawab begini: "kalau jodoh, kita pasti bertemu." Heyyy, kita sekampung bego. Teman-teman elu banyak yang temenan sama gue juga. 

Ada pula yang bilang begini "kita manusia cuman bisa ikhtiar, Allah yang nentuin semua". Duh, ponakan gue yang masih PAUD juga paham konsep itu. Jangan dikit-dikit larinya kesono. Itu artinya kita malas mikir untuk mencari penjelasan logis. Atau sekadar menutupi keluesan wawasan kita saja terhadap sesuatu hal. 

Kembali ke topik yang tadi. Jadi, sebenarnya apa itu jodoh? Hanya tuhan yang tau. 

Embuhhhh. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masin Si Pedas Dari Timur Sumbawa

Indonesia di kenal sebagai negara dengan ragam kuliner yang melimpah. Hampir di setiap sudut negeri ini ada saja peganan masyarakat yang memikat lidah. Ada dodol di Garut, Rendang di Padang hingga Ayam Bakar Taliwang yang bisa anda jumpai di Lombok. Namun di balik tumpah ruah kuliner yang beraneka ragam, ada cerita tentang perjuangan masyarakat lokal dalam mematenkan kuliner dari daerahnya masing-masing. Hingga kuliner tersebut mampu menjadi branding daerah serta menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Jika di tempat lain pelbagai kuliner terlihat berupa jejajan ataupun makanan khas daerah, di Sumbawa terdapat jenis kuliner yang tidak biasa. Namanya Masin, bentuknya serupa sambal dan terbuat dari udang-udang kecil. Masin adalah menu yang wajib hadir di setiap hidangan masyarakat lokal Sumbawa. Masin yang bentuknya serupa sambal ini memiliki citarasa pedas yang menantang lidah. Masin ini pertama kali di populerkan oleh masyarakat Kecamatan Empang, Kabupaten Sumbawa. Mereka beru...

Selapis Hikmah di Balik Konflik Etnis di Sumbawa

Konflik Sumbawa 2013 Setiap daerah tak hanya menyimpan kisah tentang kemajuan dan kemunduran, tapi juga menjadi rahim dari begitu banyak kisah yang dibuat oleh manusia-manusia yang berjejalan di dalamnya. Melalui kisah itu, kita bisa bercermin dan menemukan banyak pesan dan hikmah yang selalu bisa diserap untuk kehidupan mendatang. Sumbawa adalah titik balik dalam kehidupan saya. Beberapa tahun silam, saya selalu menjalani hidup dengan memakai sudut pandang sebagai korban. Suku Samawa yang mendiami Kabupaten Sumbawa adalah etnis yang begitu toleran. Mereka berbaur dengan banyak etnis lain secara terbuka dan penuh toleransi. Mbojo, Sasak, Bugis hingga Jawa. Tapi belakangan, tiba-tiba suku Bali datang mengganggu. Suku Samawa selalu dizalimi. Jadi wajar saja jika kami melawan balik untuk mempertahankan diri. Wajar saja kalau kami membalas. Saya selalu yakin bahwa setiap saat suku Samawa diusik dan diganggu, maka ketika ada kesempatan mereka harus mengusik balik, membalas. Say...

IKPPM dan Bagaimana Peranan Pemuda Dalam Masyarakat

IKPPM ( Ikatan Keluarga Pemuda Pelajar dan Mahasiswa ) merupakan organisasi paguyuban dari tiap-tiap kecamatan sekabupaten sumbawa dibawah naungan FKPPMS ( Forum Komunikasi Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Samawa-mataram ) IKPPM merupakan sayap yang sempurna dalam hal mengembangkan potensi diri mahasiswa mengingat elemen masyarakat yang satu ini bebas dari kepentingan apapun. Tidak jarang juga jebolan-jebolan dari ikppm dapat berkiprah dengan baik di FKPPMS dan mampu bersaing ditingkat regional maupun nasional. Mengingat pentingnya peranan pemuda dalam kehidupan bermasyarkat ikppm merupakan refresentatif masyarakat dan diharapkan mampu secara terus-menerus melahirkan generasi-generasi yang nantinya akan menjadi pilar-pilar tangguh yang akan terus membangun dan ikut berpartisipasi dalam hal pembangunan daerah. IKPPM adalah organisasi struktural yang mewakili setiap kecamatan sekabupaten sumbawa, secara formal ataupun non formal setiap mahasiswa akan tergabung dalam organisasi ini sesu...