Langsung ke konten utama

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya. 

Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang. 

Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini. 

Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling Dharma dengan mudah mengalahkan pendekar-pendekar itu satu persatu. 

Di mata saya, Angling Dharma adalah sosok kesatria dengan level ilmu setingkat dewa. Ia memang bukan keturunan bangsawan yang lalu mewarisi takhta orangtuanya hinga menjadi raja. Ia hanyalah pendekar yang mempelajari ilmu kanuragaran di padepokan Sugaluh. 

Setelah dirasa cukup ilmu, ia kemudian berkelana dan bertarung demi mengalahkan golongan hitam. Hingga suatu waktu, Angling mengikuti sayembara. Siapapun yang bisa mengalahkan Batik Madrim, maka berhak atas tahta kerajaan Malawapati sekaligus mempersunting adiknya. Dan, endingnya sudah bisa ditebak. 

Setelah berkuasa, wataknya tak berubah. Ia tetaplah Angling Dharma yang harus menumpas golongan hitam demi menegakkan kebenaran. Beberapa tokoh antagonis yang masyhur dalam ingatan saya adalah Durgandini, Bahadur, Ratu Gendrawani, dan Sengkang Baplang. Semuanya punya tabiat yang sama yakni ingin menumpas serta menghancurkan singgasana Angling Dharma. 

Untungnya, serial ini juga menampilkan tokoh-tokoh lain yang senantiasa memperkuat karakter tokoh utama seperti patih Batik Madrim yang juga sakti mandraguna, Suliwa yang mampu menyembuhkan segala penyakit, Dewi Sintawati yang memiliki aji Pancasona, serta masih banyak lagi.  

Yang saya amati, kekuatan utama serial-serial kolosal jaman dulu itu ada pada setting tempat, scane, serta penjiwaan para pemain yang amat bagus. Dialog-dialog yang dibangun juga tidak terlalu lebay. Selain Angling Dharma, saya juga mencatat serial-serial lain yang juga tak kalah bagus seperti Wiro Sableng, Brahma Kumbara, Tutur Tinular, hingga Karmapala.

Saya menyenangi film laga yang dikemas apik dan penuh penjiwaan. Saya senang saat melihat pendekar pilih tanding beradu jurus dan ajian hingga membuat musuhnya tumbang tak berdaya. Tak hanya itu, saya juga seringkali terpesona melihat aktris-aktris dalam film laga yang cantik dengan dandanan khas permaisuri. 

Sekarang, saya nyaris tidak menemukan sajian-sajian seperti itu pada serial kolosal. Mulai dari latar tempat, pemain, hingga pakaian yang digunakan para tokoh seringkali tidak matching dengan kisah yang hendak diangkat. Dialog-dialognya pun terlampau berlebihan dan terlalu didramatisir. 

Bagaimanapun juga, ada banyak nilai dan pelajaran dalam Angling Dharma yang menghiasi imajinasi saya di masa kecil. Bagi kebanyakan orang yang hidup dan besar di kampung, film-film laga bukan hanya sekedar tontonan, tetapi juga selalu bisa diadopsi dalam dunia permainan saat masih kanak-kanak. 

Dahulu, saya selalu bermimpi untuk menjadi seorang pendekar sejati yang bertualang kemana mana demi menumpas angkara murka. Saya ingin menjadi pendekar berkuda yang piawai memainkan pedang, menguasai banyak jurus, serta selalu digandrungi banyak putri cantik. 

Imajinasi semacam itu laksana kanvas yang mewarnai hidup saya di masa kecil. Satu lapis masa dimana pikiran bisa berefleksi dan melanglang buana melampaui batas tanpa dijejaki realitas hidup yang kadang membuat banyak orang ingin kembali ke masa silam. 

Sekrang, jika saya diminta untuk memerankan film laga, saya akan memilih berperan sebagai Suda Wirat yang ketika marah selalu mengeluarkan aji Rengkah Gunung yang amat mematikan. Sekali saja ajian ini menyentuh kulit, maka jangan harap bisa selamat. 

Ciiiiaaaatttttt....!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k