Langsung ke konten utama

Mencari Kebijaksanaan

Berani Tidak Disukai (Dokpri)

Beranikah kita menjadi orang yang tidak disukai? Pertanyaan itu nampaknya sederhana, tapi saya tidak yakin jawabannya juga akan sederhana. Banyak orang yang tidak siap menjalani hidup tanpa memikirkan pandangan orang lain, termasuk saya. Banyak yang tidak siap menerima kritik, pendapat, bahkan hinaan orang lain terhadap kehidupan yang mereka jalani. 

Padahal, jika kita sedikit tenang dan mengubah cara pandang, maka kritikan itu laksana obat yang menyembuhkan kita. Jika kita bisa bersikap baik-baik saja terhadap hinaan, maka sebentar lagi kita akan menjadi manusia kuat yang tahan banting dan segera mengantarkan kita ke gerbang kebahagiaan sejati. 

Saya baru saja membaca buku Berani Tidak Disukai, karangan penulis Jepang Ichiro Khisimi dan Fumitake Koga. Buku ini berisi panduan, nilai-nilai, serta ajaran filsafat yang dikembangkan oleh Psikolog terkemuka Alfred Adler. 

Gagasan utamanya adalah berani menjadi diri sendiri. Maksudnya, menjadi seseorang yang berpegang teguh pada sutu nilai, meski dengan berpegang pada nilai itu, kita mungkin akan dibenci atau tidak disukai banyak orang. 

Tapi, bukankah kita ini makhluk sosial yang mesti menjaga hubungan atau relasi dengan orang lain? Benar. Tapi hiduplah secara wajar. Bergaullah secara patut. Jangan pernah berfikir untuk menyenangkan semua orang. Sebab orang yang hidupnya ditujukan untuk menyenangkan orang lain, ia akan kehilangan dirinya sendiri. 

Kesan saya, ini adalah buku bertema filsafat yang ringan. Ini serupa buku Shopie's World karangan Jostein Gaarder. Saya menyenangi dialog-dialog antara pemuda dan filsuf yang bergizi dan mengalir. Terutama saat si filsuf mengajukan pertanyaan sederhana tentang makna kebebasan. 

Kata si filsuf, kebebasan adalah berani dibenci atau tidak disukai. Sebab hanya dengan cara seperti itu, kita bisa mencapai kebahagiaan. Sebagai individu, seorang manusia tidak mungkin mengingkari hukum alam bahwa akan selalu ada yang tidak menyukainya. Baik berupa nilai-nilai yang dia anut, sikap, bahkan penampilannya sekalipun. 

Tetapi tugas kita bukanlah untuk menghiraukankanya. Tugas kita hanyalah berpegang pada nilai yang kita anut selama itu tidak melanggar nomra-norma yang bersifat universal. Kita tidak bisa membuat orang lain bersikap sesuai kemauan kita. Seperti perumpaan si filsuf, tugas kita hanya membawa seekor kuda ke air, kita tidak bisa memaksanya untuk meminum air tersebut. 

Kata Steve Jobs, jika kamu ingin menyenangkan semua orang, jangan jadi pemimpin. Tapi jadilah penjual es krim. Dalam kasus ini, pemimpin yang dimaksud Jobs adalah seseorang yang menganut satu nilai. Pemimpin yang ia maksud adalah cerminan diri kita sendiri. 

Saya mencatat beberapa prinsip penting yang bisa dijadikan pelajaran hidup. Pertama, masa lalu tidaklah menentukan masa depan. Setiap orang punya lika-liku hidup masing-masing. Jika masa lalu kita tidak menyenangkan, maka tidak perlu terlalu berlama-lama meratapinya. Apalagi sampai menjadikannya alasan untuk berhenti menapaki masa depan. Ingatlah satu hal bahwa masa depan sangat bergantung pada apa yang kita lakukan saat ini. 

Kedua, hidup bukanlah kompetisi. Maksudnya, setiap orang punya garis start masing-masing. Jadi, tidak usah membanding-bandingkan hidup kita dengan orang lain. Barangkali sering terlintas perasaan iri saat melihat kawan, sahabat, saudara, atau siapapun di lingkaran kita meraih kesuksesan. 

Boleh jadi sahabat kita sudah menjadi direktur, professor, pengusaha, menteri atau sebagainya. Perasaan iri dalam diri kita itu sangatlah manusiawi, tetapi iri yang baik adalah iri yang sifatnya positif. Artinya, iri yang mengantarkan kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Buku ini mengajak kita untuk tidak fokus melihat pencapaian orang lain. Tapi fokus pada tujuan kita. Tanyakan pada diri kita apa keinginan kita sebenarnya. 

Jika kita sudah menentukan tujuan hidup kita, barulah kita merumuskan langkah-langkah serta berikhtiar untuk menggapainya. Tak melulu harus sesuai keinginan, tapi minimal kita sudah berusaha. Apapun hasilnya nanti, itulah hasil dari kerja-kerja kita selama ini. Berbahagialah atas pencapaian itu. 

Ketiga, fokuslah pada hidup kita. Seorang kawan pernah berujar bahwa sebaik-baiknya malas, adalah malas mengurusi hidup orang lain. Ada benarnya juga kata kawan itu. Kita terlalu fokus pada hidup orang lain, kita sangat antusias mengomentari kehidupan mereka, sampai-sampai kita lupa mengurusi hidup kita sendiri. 

Keempat, beranilah untuk menjadi orang biasa. Maksudnya, hiduplah secara normal, apa adanya, dan dalam batas kewajaran. Tak perlu terlihat superior. Tak perlu bersusah payah menampilkan kesan kepada orang lain bahwa kitalah yang terbaik. 

Menjadi orang biasa tak mengubah nilai kita sebagai manusia. Sebab, mutiara tetaplah berharga meski di dalam lumpur sekalipun. Menjadi orang biasa tak menghalangi kita untuk meraih kesuksesan. Sebab sukses tak selalu bergantung pada privilige, melainkan ketekunan dan kerja keras. 

Ada banyak orang biasa di sekitar kita yang sukses. Mereka menjalani hidup yang serba sulit, tapi tak mudah menyerah. Mereka tak mau dipaksa tunduk oleh keadaan. Mereka menentang garis takdir dengan kegigihan dan keuletan. Mereka fokus pada tujuan hidup sembari menikmati proses tanpa memikirkan pandangan sinis dari banyak orang. 

Perihal kesuksesan, ungkapan Jack Ma seolah menjewer kita semua. Kata Jack Ma, "saat kamu miskin, belum sukses, semua kata-kata bijakmu seperti kentut. Tapi ketika kamu kaya dan sukses, kentutmu terdengar sangat bijak dan menginspirasi".

Ah sialan, benar juga. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k