Suatu waktu, Einstein pernah berkata yang kira2 kurang lebih seperti ini "If you can't explain it simply, you don't understand it well enough."
Jika kamu tidak bisa menjelaskan hal2 dengan sederhana, artinya kamu tidak cukup mengerti dengan hal tersebut. Orang pintar idealnya bisa menjelaskan hal paling rumit dengan cara paling mudah. Tujuannya hanya satu, yakni agar orang paham apa yang ia bicarakan.
Buku yang saya pegang ini ditulis oleh ilmuan politik asal Harvard, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt. Keduanya berusaha menjelaskan bagaimana sistem demokrasi itu hancur melalui bahasa2 ringan, sederhana dan mudah dipahami.
Ada tabel yang bisa membantu kita menguji komitmen seseorang terhadap demokrasi, kelayakan seorang pemimpin, serta kecendrungan watak dari penguasa di dalamnya. Mereka yang kelak menjadi tiran umumnya sudah bisa ditebak melalui berbagai rekam jejak.
Setidaknya ada dua garis besar yang hendak dikemukakan. Pertama, penghancuran demokrasi secara terang terangan melalui kudeta atau perebutan kekuasaan. Belakangan, cara seperti ini masih bisa kita temukan di banyak negara di belahan bumi. Yang masih segar dalam ingatan adalah konflik di Myanmar.
Kedua, penghancuran demokrasi tidak kasat mata. Maksudnya, kita tidak akan melihat istana presiden yang dibakar, pemimpin yang dibunuh, dipenjara atau dikirim ke pengasingan, kekerasan yang terjadi di jalanan, atau bahkan konstitusi yang ditangguhkan atau dibatalkan.
Tetapi demokrasi itu dihancurkan secara perlahan oleh pemegang kekuasaan dengan cara yang justru bersifat legal, sehingga orang tidak segera menyadari apa yang sedang terjadi. Banyak yang terus percaya bahwa mereka hidup di bawah alam demokrasi. Padahal negara sedang menuju jurang otoritarianisme.
Bagaimana itu bisa terjadi?
Saya baru membacanya setengah. Semoga kita bisa bahas lebih panjang setelah menyelesaikannya.
Komentar
Posting Komentar