Langsung ke konten utama

Mengenang Sosok Doktor Pertama di NTB

L. Mala Sjarifuddin (sumber poto: Mallarangan Sjarifuddin )

Lelaki itu lahir di Kec. Empang, Kabupaten Sumbawa, 18 November 1932. Tubuhnya tak seberapa tinggi. Perawakannya sederhana, tak jauh berbeda seperti pemuda lain pada umumnya. Sepintas, memang tak ada yang spesial. Ia, Lalu Mala Sjarifuddin, SH. DESS lahir dari pasangan Lalu Abdul Wahab dan Lala Masujirale, pasangan bangsawan tanah karoya. 

Menurut keluarga serta para sahabat beliau, L. Mala Sjarifuddin dikenal sebagai sosok yang cerdas namun rendah hati. Tak hanya itu, L. Banggae Muhyidin (garis keluarga) saat ditemui bercerita tentang sosok L. Mala sebagai seseorang yang tak hanya disiplin tetapi juga ahli urat. 

Pak H. Muji Taslim (sumber lain), seorang yang pernah menjadi murid L. Mala menyebutkan bahwa mantan gurunya itu adalah sosok yang memiliki rasa sosial yang tinggi dan senang sekali membantu orang lain. Ia mengenang masa-masa kecil bersama salah satu putra terbaik yang pernah dimiliki oleh NTB tersebut. 

L. Mala pernah menempuh pendidikan SD di Labuhan Sumbawa, SMP di Makassar, SMA di Surabaya dan S1 di Fak. Hukum Univ. Indonesia (FH UI). Setelah tamat S1 ia kemudian bekerja di Kementerian Dalam Negeri, dan diperbantukan di Pemda Provinsi NTB.

Selama di NTB, di era Gubernur H. R. Wasita Kusumah dan H. Gatot Suherman, pria yang dikenal sangat disiplin, tegas, lurus dan jujur ini, pernah menjabat sebagi Kepala Urusan Haji, Kepala Inspektorat NTB, Direktur APDN Mataram dan Dosen di berbagai perguruan tinggi. Beliau pulalah yang dikenal menginisiasi berdirinya Fak. Hukum Univ. Mataram, IKIP, Unizar, dan beberpa Perguruan Tinggi lainnya di NTB.

L. Mala Sjarifuddin (sumber poto: Mallarangan Sjarifuddin)


Beliau menikah dengan perempuan Ciamis, Ojoh Husnul Cosidah dan dikaruniai 4 putra-putri. 1. Ratiza Sjarifuddin, 2. Yusda Sjarifuddin, 3. Arthur Yap Sjarifuddin, dan 4. Elya Wibawa Sjarifuddin. Semua anaknya tanpa gelar Lalu – Lala. Sebab menurut pesan beliau, gelar kebangsawanan Sumbawa tersebut, cukup sampai di beliau, tidak perlu diwarisi atau diteruskan.

Dalam perjalanannya, lelaki religius dan sangat patuh kepada orang tuanya ini, kemudian melanjutkan pendidikan S2 dan S3 di Paris, Prancis. Di era R. Moh. Noer, menjabat sebagai Dubes RI untuk Perancis. Gelar Magisternya diperoleh di Universite Pantheon-Assaas II Paris dan gelar Doktor di Universite De Droit D’Economie et de Sciences Sociales Paris II, Prancis, dengan predikat kelulusan Summa Cumlaude.

Disertatasi doktor pertama yang dimiliki oleh NTB pada tahun 1970-an ini, berjudul : L’Administration Locale En Indonesie, (berbahasa Prancis), atau Administrasi (pemerintah) Lokal di Indonesia, berhasil dipertahankan di depan Dewan Juri, yang terdiri dari para Guru Besar Senior, diantaranya, Prof. Roland Drago (Le President), Prof. Michel Durupty (Les Suffragants) dan Prof. Georges L. Lescuyer (Les Suffragants), dan diberi nilai kelulusan A+.

Doktor Mala disebut menguasai 7 (tujuh) bahasa asing diantaranya Perancis, Inggris, Jerman, Belanda, Rusia, Arab dan Cina. Demikian pula bahasa daerah, selain bahasa Sumbawa, beliau juga fasih berbahasa Mbojo, Bugis-Makassar, Jawa dan Sunda. Ia adalah sosok pembelajar dan cendikiawan ulung. 

L. Mala Sjarifuddin saat masih muda (sumber poto: Mallarangan Sjarifuddin)

Saat tinggal di Mataram, banyak mahasiswa asal Sumbawa yang sering berkumpul di rumah beliau karena tidak memiliki tempat tinggal pada waktu itu. Akhirnya, beliau menginisiasi pembangunan Asrama Mahasiswa Sumbawa di Mataram dengan menyumbangkan tanah beserta bangunannya. Asrama inilah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya asrama-asrama Mahasiswa Sumbawa di beberapa kota di Indonesia.

Khusus asrama mahasiswa Sumbawa di Mataram, bangunan itu tidak lagi ditempati akibat kebakaran sekitar tahun 2011-2012 lalu. Hingga sekarang, bangunan yang sempat menjadi pusat segala aktivitas mahasiswa pada masanya itu dibiarkan mangkrak begitu saja. 

L. Mala Sjarifuddin wafat di Mataram pada 25 Desember 1982 di usia 50 tahun. Meski beliau telah mendahului kita semua, namun jasa serta semangat hidupnya layak untuk dijadikan pembelajaran bagi generasi kekinian.

Note: Tulisan diolah dari berbagai informasi, baik dari keluarga, kerabat, juga catatan-catatan yang pernah mengulas kisah hidup beliau.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k