Langsung ke konten utama

Moto GP dan Tantangan Pariwisata Sumbawa

Progres pembangunan sirkuit moto gp lombok

Di time line facebook, banyak sekali beredar poto pembangunan sirkuit Moto GP Mandalika. Sebagai putra Sumbawa yang pernah lama berkuliah di Lombok, tentu saya ikut senang. Saya membayangkan akan menonton langsung, duduk di tribun paling depan, sambil sesekali melirik bule cantik yang bodinya serupa gitar Spanyol. 

Sirkuit Moto GP Mandalika, Lombok secara bertahap memang mulai menjadi kenyataan. Sebentar lagi, pebalap sekelas Valentino Rossi, Vinales, Dovi Zioso, Petrucci, dan sederet mega bintang lain sudah bisa kita saksikan langsung di NTB. Lebih tepatnya di Mandalika, Lombok Tengah. 

Sirkuit Mandalika akan menjadi bagian dari distrik olahraga dan hiburan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata The Mandalika Nusa Tenggara Barat. Lintasan sepanjang 4,32 kilometer itu akan mengelilingi distrik. 

Kawasan ini ditetapkan di era Presiden SBY. Kemudian dilanjutkan Presiden Joko Widodo. Jokowi jugalah yang meresmikan KEK Mandalika pada Oktober 2017. Tahun lalu, ia mengatakan pembangunan sirkuit akan selesai akhir tahun 2020. 

Ditetapkannya NTB sebagai tuan rumah Moto GP 2021 tentu membawa keberkahan tersendiri. Sejumlah infrastruktur penunjang akan segera dibangun. Mulai dari fasilitas bandara internasional, bypass, rumah sakit dan lain-lain. Inilah yang diharapkan dari iklim investasi. Ia mampu merangsang perekonomian dengan cepat, juga menciptakan banyak lapangan kerja. 

Belum lagi jumlah wisatawan yang diprediksi akan mengalami lonjakan drastis, baik domestik maupun mancanegara. Di sektor pariwisata, Lombok memang serupa bunga yang wanginya semerbak kemana-mana. Apalagi jika ditambah dengan bumbu-bumbu penyedap sekelas event Moto GP.

Secara teritori wilayah, harusnya Pulau Sumbawa sangat diuntungkan dengan hadirnya event ini. Meskipun secara kesiapan di sektor pariwisata, kita bagai bumi dan langit dibandingkan dengan Bali dan NTT yang namanya sudah melambung. 

Tapi, toh pariwisata bukan semata-mata soal objek destinasi. Pariwisata juga bicara soal frame dan promosi. Kalau para pemimpin kita pandai memanfaatkan peluang, bukan tidak mungkin Sumbawa juga kecipratan berkahnya. 

Sayangnya jika tidak, kita hanya akan menjadi penonton. Kita hanya akan mendapatkan kebanggan sebagai bagian dari NTB. Tidak lebih. Jangan kaget kalau bule-bule berkantong tebal yang datang dari belahan dunia itu akan lebih memilih Bali dan NTT sebagai tempat menghabiskan uang ketimbang Sumbawa yang jaraknya hanya sepelemparan batu dari Pulau Lombok. 

Nah, mudah-mudahan pemimpin Sumbawa kedepan punya visi besar, serta berkenan memberi perhatian lebih kepada sektor pariwisata, di samping sektor-sektor lain yang juga dirasa penting seperti pertanian, kelautan dan perikanan, peternakan, dan lain-lain.

Hadirnya event sekelas Moto GP di NTB adalah tantangan bagi pemenang Pilkada 9 Desember nanti untuk lebih fokus menggarap sektor pariwisata. Festival Moyo sebagai upaya Pemerintah Kabupaten Sumbawa dalam mengangkat pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui bidang wisata selama ini harus dievaluasi secara serius. 

Di tahun 2020 ini saja, Festival Pesona Moyo bahkan tidak masuk dalam kalender event pariwisata pemerintah pusat. Entah apa alasannya. Saya kira, inilah momentum yang tepat untuk segera berbenah. Sekarang kita tidak butuh biaya mahal untuk memantik banyak orang berdatangan ke daerah kita. 

Kita hanya perlu mempermak, mempercantik, serta mengemas berbagai destinasi agar menarik minat banyak orang. Urusan branding dan promosi, pemerintah tentu bisa berkolaborasi dengan para pegiat wisata juga generasi milenial yang akrab dengan teknologi dan internet. 

Jika benar pilkada adalah arena adu ide dan gagasan demi kebaikan daerah, maka calon pemimpin Sumbawa harus punya konsep tentang tata kelola dan masa depan pariwisata Sumbawa kedepan. Minimal, lebih baik dari yang kita rasakan saat ini. 

Saya yakin, setiap paslon punya niat baik untuk membenahi daerah. Hanya saja, untuk benar-benar mewujudkan cita-cita yang kita impikan itu, niat baik saja tidak cukup. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k