Langsung ke konten utama

Sebuah Tanya di Makam Sjahrir


Makam Sutan Sjahrir TMP Kalibata


Sejarah tak selalu tentang kegemilangan dan kisah heroik seorang manusia. Sejarah juga bisa menyimpan nestapa bagi kemanusiaan itu sendiri. Sejarah adalah kuburan bagi mereka yang kalah dan dibisukan, sekaligus panggung bagi mereka yang menang, kemudian memiliki hak untuk mengontrol lajunya sejarah. 


Demikianlah ungkapan ulama Iran, Murtadha Muthahhari dalam buku masyarakat dan sejarah. Jika disuruh menyebutkan satu nama yang pas untuk ungkapan di atas, maka barangkali nama itu adalah Sutan Sjahrir. 


Sjahrir ibarat pelaut yang kapalnya tak pernah menyentuh bibir pulau. Hidupnya terombang ambing di tengah lautan hingga berakhir tragis. Pada suatu masa, ia adalah cerdik cendikia yang menggiring bangsa pada gerbang kemerdekaan. Ia ikut memerdekakan suatu bangsa dari cengkraman kolonialisme.


Lewat seru revolusi, ia membangkitkan semangat massa dan rasa cinta pada negerinya. Sayang, kelak sejarah menggilasnya hingga tak berdaya. Pekik revolusi yang sering didengungkannya harus memangsa anak-anaknya sendiri. 


Saat Soekarno menduduki kursi kuasa hingga 20 tahun, Sjahrir hanya menjadi perdana menteri dalam waktu singkat. Selanjutnya, hidup pimpinan partai sosialis itu laksana pesakitan. Konflik dengan Bung Karno menenggelamkan namanya. 


Sjahrir dijebloskan ke penjara karena tuduhan subversif. Ia disebut-sebut bertanggungjawab atas percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno demi menggulingkan orde lama. Hidupnya kemudian berpindah dari penjara ke penjara, hingga tewas di Swiss karena sakit parah. Sjahrir pergi bersama perasaan rindu akan tanah airnnya.


Hidup Sutan Sjahrir adalah hidup seorang pejuang yang tak sempat memetik buah dari apa yang ditanamnya. Ia hanya mewariskan politik luar negeri serta strategi menjadi diplomat ulung kepada penerusnya. 


Entah kenapa, sejarah telah menyingkirkan begitu banyak nama yang amat berjasa pada republik ini. Apa yang dialami Sjahrir tak beda jauh dengan Tan Malaka yang dilenyapkan dalam sejarah. Kenapa?


Barangkali, inilah alasan mengapa bangsa kita tak juga mampu melesat jauh sebagaimana cita-cita para founding fathers kita dulu. Kita punya hutang sejarah yang belum tuntas. Kita dikutuk, sebab telah memperlakukan mereka yang berjasa secara tidak adil. 


Entahlah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k