Langsung ke konten utama

Belajar Pada Anji

Belajar pada Anji (Gambar: Nusabali.com)

Dari kasus Anji, kita mestinya sudah paham bahwa mewawancarai orang, bukan sekadar bertanya. Tapi lebih daripada itu. 

Wawancara butuh nalar dan pengetahuan dasar. Jika kita sama-sama tidak punya wawasan yang cukup terhadap satu topik yang hendak dibicarakan, maka segeralah berhenti.

Seorang Menteri pernah bercerita tentang bagaimana dia mengoreksi pertanyaan wartawan. Isi pertanyaan bisa menunjukkan seseorang itu memahami topik atau tidak.

Video Anji sarat dengan klaim-klaim mengejutkan, misalnya obat herbal bisa menyembuhkan Covid-19, adanya metode tes yang sangat murah, dan virus Covid-19 tidak bisa dilawan dengan vaksin. 

Sepintas, apa yang disampaikan Hadi Pranoto dalam wawancara tersebut memang seolah-olah masuk akal. Loh, kok bisa masuk akal? Ya karena kita yang mendengarnya tak punya wawasan tentang topik itu. Karena tak punya wawasan, kita tidak tau yang disampaikan itu benar atau salah.

Justru karena itu mereka dilaporkan. Konten yang mereka produksi dianggap berpotensi menyesatkan publik. Termasuk lah kita-kita ini korbannya, kita yang tidak punya pengetahuan cukup tentang topik yang dibicarakan. 

Yang mengherankan, mengapa ada saja yang berani bicara panjang lebar terhadap sesuatu yang tidak benar-benar mereka pahami. Dalam arti lain, mereka bukanlah ahli di bidang itu. Biar apa coba. Biar dibilang keren?

Barangkali benar kata Einstein. If you can’t explain it simply, you don’t understand it well enough. Jika anda tidak bisa menjelaskan sesuatu secara sederhana, maka berarti anda tidak memahaminya dengan cukup baik. 

Dalil itu sekaligus menjelaskan bahwa seseorang yang memahami banyak kosa kata, juga sering menggunakan istilah-istilah tinggi dan ilmiah, sama sekali tidak menjamin bahwa ia benar-benar mengerti tentang apa yang sedang ia bicarakan.

Biarpun orang itu bicara penuh semangat dan berbusa-busa, tetap saja jangan mudah percaya. Periksalah dulu baik-baik. Minimal cari tahu latar belakangnya, basis ilmunya, apa yang pernah ia lakukan, serta sudah berapa banyak karya yang ia hasilkan. 

Jika tak memuat satupun unsur tersebut, maka yang disampaikannya itu layak dipertanyakan. Termasuk kalau saya sedang bicara tentang sesuatu. Jangan dipercaya. Sebab kalian pasti tahu saya sedang ngapain.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k