Langsung ke konten utama

Kritiklah! Tak usah pakai embel-embel

Gambar: kompasiana

Setelah mendukung, agar mandat yang dipinjamkan pada pemimpin tak diselewengkan, tugas rakyat selanjutnya adalah mengkritik sekeras-kerasnya. Kritik saja. Tak perlu pakai predikat tambahan, seperti kritik konstruktif, solutif, membangun dan lain-lain.

Sering sekali saya melihat komentar berseliweran "jangan cuma pandai berkomentar, kasih solusi dong". Komentar seperti ini biasanya muncul karena kita tak sanggup lagi berdebat dengan sehat. Adu argumentasi. Bisa pula karena merasa dipojokan.

Apakah sebuah kritik harus disertai solusi? Menurut saya tidak. Kalaupun ada kritikan yang disertai solusi itu adalah bonus bagi pemerintah. Lagian kritik juga tak mesti secara eksplisit membeberkan solusi. Sebab seringkali solusinya sudah terkandung dalam kritikan itu. Tentu saja kalau kita membacanya pakai otak. Bukan pakai perasaan.

Misalnya ada kritik: pemerintah dinilai terlalu lamban membuat keputusan perihal penanganan Covid-19. Ya dalam hal ini solusinya jelas, yakni pemerintah harus bekerja lebih keras lagi, lebih giat lagi untuk merumuskan kebijakan yang cepat, tepat dan terukur untuk menangani wabah ini. 

Yang lebih parah lagi biasanya ada komentar seperti ini: "Alah kamu taunya cuman kritik. Memangnya apa yang sudah kamu perbuat?". Lah, dia malah membandingkan kita sebagai rakyat biasa dengan pejabat yang punya wewenang, pegawai, dan anggaran. Jelas nggak nyambung.

Kalau ditanya apa yang sudah saya perbuat, ya tidak ada. Saya menjalani keseharian saya sebagai rakyat. Lalu melakukan sesuatu sesuai kadar kemampuan saya. Apa yang saya lakukan tidak perlu saya pertanggungjawabkan kepada siapapun selama itu tidak melanggar hak orang lain.

Tapi ini pemerintah. Pertanggungjawabannya harus jelas. Sebab yang mereka lakukan akan berimbas pada kemaslahatan orang banyak. Jadi, kita berharap kepada mereka untuk melakukan sesuatu yang lebih baik, bukan karena perasaan sinis, melainkan karena kita paham mereka diberi kekuasaan dan wewenang untuk melakukan itu.

Dalam banyak hal, kita sebagai rakyat memang hanya perlu mengkritik. Solusinya kita serahkan kepada pemerintah. Mereka diangkat, digaji, difasilitasi, diberi berbagai keistimewaan yang tidak kita dapatkan. Kalau solusinya baik kita apresiasi. Kalau tidak, ya kita kritik. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k