Langsung ke konten utama

Ikuti Saja Fatwa MUI, Gitu Aja Kok Repot!

Gambar: Harakatuna.com

Fatwa MUI itu sudah jelas. Bagi daerah zona merah, atau tingkat penyebaran virusnya cukup tinggi, sholat Jumat bisa diganti dengan sholat Dzuhur sendiri-sendiri di rumah. Kalaupun mau berjamaah, dianjurkan untuk menjaga jarak dengan cara saf direnggangkan.

Ayolah. Tak usah kita mencari dalil-dalil pembenarannya. Kita serahkan saja semua itu kepada mereka yang benar-benar paham. Lagian masa kita yang sholatnya masih bolong-bolong ini mau berdebat soal fiqih dan syariat dengan ulama-ulama MUI yang rata-rata alumnus universitas Islam terkemuka di dunia. Nggak lucu!

Kenapa MUI melarang sholat Jumat untuk sementara?

Hemat saya, ada perbedaan sholat Jumat dengan sholat-sholat lain. Tidak hanya dari segi pelaksanaan, tapi juga waktu dan jumlah jamaah yang datang. Orang yang tidak pernah sholat fardhu biasanya juga datang. Orang-orang yang lewat pun biasanya singgah untuk sholat Jumat.

Jadi, karena virus ini tak bisa dilihat, juga kita tak punya alat untuk memastikannya, maka upaya terbaik yang bisa kita lakukan untuk mencegah penyebarannya adalah tidak sholat Jumat untuk sementara waktu sampai keadaan benar-benar aman.

Berbeda halnya dengan sholat fardhu. Di kampung saya, kalau sholat subuh, dzuhur, ashar, magrib, dan isya biasanya dihadiri oleh tidak lebih dari 20 orang. Yang sholat rata-rata hanya warga kampung yang hari-hari biasa kita lihat. Jadi karena kita sudah mengenal mereka, maka semakin mudah pula mengidentifikasinya.

Jika situasi seperti ini kita ibaratkan sebuah peperangan, maka sesungguhnya kita sedang berperang melawan musuh yang amat berbahaya, tidak biasa, dan mematikan. Karenanya, kewaspadaan harus lebih ditingkatkan. Kita tidak tahu dia ada atau tidak. Tetapi kita tahu wataknya.

Dia tidak berbegarak, tetapi digerakkan oleh orang yang ia jangkiti. Ia menyebar melalui kontak antar manusia. Nah, karena sudah mengetahui wataknya itu, maka strategi yang kita gunakan juga harus benar. Meniadakan sholat Jumat untuk sementara waktu merupakan salah satu strategi. Dalam perang, strategi adalah upaya untuk memenangkan pertarungan.

Kalaupun ada yang melanggar dan tetap memaksakan untuk sholat Jumat di masjid, maka bisa jadi dia kalah dalam hal strategi. Barangkali ia tak punya banyak informasi mengenai watak musuh yang sedang dihadapi. Mungkin niatnya benar, bahwa dengan berdoa kepada Tuhan di masjid, Tuhan akan menyingkirkan virus. Sayangnya, cara kerja takdir Tuhan tidak selalu begitu.

Saat saya mengidap sakit, otomatis saya harus berobat ke rumah sakit. Kalau sekiranya saya tak punya cukup biaya, saya masih bisa membeli obat sesuai dengan penyakit yang saya derita di apotik. Intinya untuk sembuh, saya mesti berusaha. Sisanya baru saya serahkan kepada Tuhan melalui doa dan pengharapan.

Artinya, kita tetap mempercayai takdir dan ketetapan. Kita percaya bahwa selalu ada faktor X yang terjadi di dunia ini di luar kendali manusia.

Suatu waktu, Siti Maryam dalam keadaan hamil besar. Tuhan memerintahkan Maryam untuk menggerakkan tangannya dan memukul-mukul pohon sehingga buah di pohon itu pun berguguran.

Apa susahnya bagi Tuhan untuk langsung menjatuhkan buah pohon itu?

Sekali lagi. Tuhan ingin kita terlibat dalam proses. Memukul batang pohon adalah cara manusia. Melalui cara itulah, Tuhan memenuhi kebutuhan siti Maryam yang sedang hamil tua

Begitu pula dengan Corona. Tidak sulit bagi tuhan untuk menghilangkan virus ini di muka bumi. Tetapi Tuhan ingin melihat usaha kita sebagai manusia. Melalui virus, barangkali Tuhan ingin menguji sejauh mana usaha kita menemukan vaksin, memutus rantai penyebaran, solidaritas sosial, serta kepedulian kita terhadap sesama. Atau, bisa pula sedang menguji kualitas keimanan kita.

Tulisan ini bukan untuk di debat. Apalagi sampai menimbulkan perdebatan. Ini murni pandangan pribadi. Kalau ada yang kebetulan membaca dan tidak sepaham, mari saling menghargai saja. Jangan malah ngajak berdebat soal fiqih dan syariat. Saya kurang paham.


Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k