Langsung ke konten utama

Pesan Moral dibalik Film Imperfect

Gambar: Tribun Jateng

Sebagai wanita, pernahkah kalian merasa insecure atau tidak percaya diri? Pernahkah kalian menerima perlakuan yang tidak menyenangkan, dihina, dibicarakan, atau merasa terasing dari pergaulan hanya karena tidak berpenampilan menarik?

Seorang sahabat mengajak saya menonton film Imperfect yang dibintangi aktris cantik Jessica Mila dan aktor favorit saya, Reza Rahadian. Film ini membahas perempuan yang merasa insecure, selalu di-bully karena tidak cantik.

Ceritanya tentang perempuan bernama Rara yang terlahir dengan kulit hitam serta berambut keriting. Dia mengikuti gen dari sang ayah. Sedang ibunya bertubuh ramping, tinggi, dan putih. Adiknya mewarisi kecantikan sang ibu.

Saat beranjak remaja, ayahnya meninggal karena kecelakaan. Tak ada lagi yang menyemangati hari-harinya. Rara pun harus menjalani hidup dengan penuh tekanan. Ia kerap dibanding-bandingkan dengan penampilan ibu dan adiknya yang serupa artis.

Beruntung, Rara punya kekasih yang sama sekali tak mempermasalahkan tampilan fisiknya. Kekasihnya, Dika (diperankan Reza Rahadian), adalah orang yang tidak terjebak pada penampilan luar. Dia melihat Rara apa adanya. Dia mencintai Rara tanpa embel-embel apapun.

Dalam film Imperfect, Dika memang digambarkan sebagai lelaki yang sempurna. Saya membayangkan betapa semua perempuan ingin memiliki pacar sepertinya. Cinta adalah kerelaan untuk saling menerima dan mengasihi. Semua wanita pasti mendambakan sosok laki-laki yang bisa membuatnya kian berarti.

Dibalik penampilan fisik yang jauh dari kata sempurna, Rara adalah sosok wanita yang cerdas dan selalu mau belajar. Di kantornya, ia cukup menonjol. Meski demikian, ia tetap saja gagal menjadi manajer karena penampilannya yang terkesan biasa-biasa saja. Tak ada yang spesial. Penampilan seakan menjadi sesuatu yang menghambatnya dalam banyak hal.

Dalam situasi yang serba tertekan, Rara kemudian melakukan sesuatu. Ia mulai rajin berolahraga, menjaga diet, hingga berani berdandan demi mempermak penampilannya. Dalam waktu singkat, ia lalu berhasil menjadi idola baru di kantornya.

Rara berhasil berubah. Ia tidak lagi Rara yang gendut, hitam, dan keriting, melainkan Rara yang tinggi, cantik, dan jelita. Rambutnya lurus dan rapi. Seisi kantor terpukau melihat penampilannya yang baru. Ia kemudian menjadi manajer yang sibuk, lalu perlahan mulai meninggalkan dunianya yang lama.

Titik baliknya justru terjadi di bagian ini. Rara memang telah berubah. Namun perubahan itu justru membuatnya kehilangan banyak hal. Dika menyebut bahwa kekasihnya itu bukanlah sosok yang ia kenal dulu. Ia menjadi angkuh, egois, serta kerap membandingkan diri dengan orang lain. Ia merasa berhak mendapat sesuatu atas penampilannya.

Rara harus membayar perubahan itu dengan sesuatu yang amat besar. Sesuatu yang sederhana, namun amat berarti dalam hidupnya dulu. Sesuatu yang membuat hari-harinya menyenangkan. Sesuatu yang tidak bisa ia dapatkan hanya karena berpenampilan cantik dan memikat.

Pada suatu titik, Rara tertegun dan menyadari dirinya kian berubah. Ia sadar bahwa ada banyak hal yang hilang. Ia sadar bahwa tuntutan untuk selalu tampil sempurna telah merenggut banyak hal darinya.

***

Saya senang menonton film ini sebab berisi banyak pesan moral. Kisahnya sederhana, namun berhasil dikemas hingga menjadi tontonan yang memikat. Kisahnya adalah tentang apa yang terjadi disekitar kita, sesuatu yang hari-hari biasa kita lihat. Sesuatu yang biasa dilakukan banyak orang terhadap sesamanya.

Tanpa sadar, kita telah ada dalam fenomena dunia sosial yang sering melihat orang lain hanya dari tampilan luar. Kita akan lebih respect terhadap mereka yang cantik, serta berpenampilan ala-ala artis Korea. Kita akan berdecak kagum, berusaha ramah, lalu memberikan apresiasi.

Dunia sosial kita ibarat pengadilan yang berhak menghakimi orang lain. Kita kerap melakukan body shaming atau mengolok-olok orang lain yang berpenampilan berbeda atau yang memiliki keterbelakangan fisik. Kita senang membicarakan dan menghina mereka.

Padahal, betapa tidak enaknya menjadi orang yang direndahkan itu. Mereka bisa menjadi tidak percaya diri, penakut, gangguan mental dan kejiwaan, hingga bunuh diri. Lihatlah betapa banyak contoh kasus di negeri ini yang bisa dijadikan rujukan.

Film imperfect menjewer dunia sosial kita dengan cerdas. Saya menyukai banyolan-banyolan antar pemain.  Dialog-dialog yang dibangun sangat menghibur. Saya beberapa kali terpingkal menyaksikan aksi comedian di film ini yang rata-rata diperankan para wanita.

Bagian yang paling menarik adalah bagian terakhir. Di bagian akhir, film ini seolah-olah menjelaskan bahwa sempurna itu justru ada pada ketidaksempurnaan. Sempurna itu tak dibuat-buat. Sempurna itu ada pada semua orang yang tampil apa adanya, tanpa polesan.

Film imperfect mengajarkan kita untuk melihat sesuatu dengan cara lain. Bahwa sempurna itu bukan soal fisik yang ideal, bukan tentang cantik dan ganteng, bukan kurus dan gendut, hitam atau putih, tapi lebih mendasar dari itu.

Mataram, 09 Januari 2020

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k