Langsung ke konten utama

Membela "AGNEZ MO"

(Gambar: Instagram/Agnezmo)

Penyanyi Agnes Monica atau lebih akrab di sapa Agnez Mo membuat gempar jagat maya. Pernyataan yang menyebut bahwa dirinya bukan keturunan darah Indonesia memicu ragam reaksi. Banyak pihak menyalahkannya, mem-bully, bahkan menyemburkan murka atas ucapan perempuan kelahiran 1 Juli 1986 itu.

Di Twitter, nama Agnez Mo menyedot perhatian. Pernyataannya dalam satu wawancara  bersama presenter Kevan Kenney serupa tamparan keras. Pelantun lagu Matahariku itu dianggap mengkhianati bangsa yang membesarkan namanya. Ia disebut tak memiliki jiwa nasionalisme.

Dalam video itu, Agnez Mo menjawab beberapa pertanyaan dari Kevan tentang keberagaman di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa Indonesia memiliki sekitar 18 ribu pulau yang masing-masingnya memiliki beragam budaya dan musik. Agnez juga menyebutkan dirinya memperjuangkan inklusivitas budaya.

"Katanya kamu beda dari orang kebanyakan di sana?" tanya Kevan.

"Ya, karena saya sebenarnya campuran Jerman, Jepang, dan Chinese. Saya hanya lahir di Indonesia," jawab Agnez.

Saya juga beragama Kristen, dan di Indonesia mayoritas adalah Muslim. Saya tidak bilang saya tidak berasal dari sana, karena saya merasa diterima. Tetapi saya merasa tidak seperti yang lain," lanjutnya.

Agnez Monica, artis cantik yang populer lewat film Pernikahan Dini itu dikecam. Video wawancara Agnez di-upload di media sosial, kemudian menjadi bully-an banyak netizen. Di satu situs, saya melihat komentar seorang warga "Songong lu Agnez Mo. Ingat lu lahir, besar, dan cari duit di Indonesia." Ada juga yang mengatakan bahwa Agnez gagal memahami sejarah. Tak hanya masyarakat awam, beberapa tokoh politik ikut pula dalam aksi mengecam Agnez. Politisi Gerindra, Fadli Dzon berkomentar "Biasanya kayak begitu itu Malin Kundang. Pasti durhaka itu." Katanya.

Pertanyaan kritis yang muncul dibenak saya adalah, mengapa harus membenci Agnez seperti itu? Sampai-sampai kita melontarkan kata-kata tak pantas, yang justru memperlihatkan kapasitas kita yang sebenarnya. Benarkah kita terluka atas pengakuan itu? Atau kita hanya sekedar nyinyir dengan ikut berkomentar?

Mengapa harus menghakimi Agnez, ketika di luar sana banyak orang yang mengaku paling nasionalis tapi nihil kontribusi bagi bangsa? Mengapa harus membenci Agnez, ketika di luar sana banyak orang yang sok paling cinta tanah air, tapi diam-diam bersekongkol dengan asing demi membangun bisnis untuk menimbun kekayaan pribadi?

Lagian dimana salahnya pernyataan itu. Bukankah Nasionalisme yang paling tinggi adalah kemanusiaan? Indonesia adalah kosakata yang menyatukan individu-individu dengan imajinasi tentang kesetaraan. Seorang nasionalis sejati adalah ia yang memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pram, dalam buku tetralogi Bumi Manusia tak pernah sekalipun menyebut Indonesia di dalamnya. Bagi Pram, Indonesia itu adalah hal yang baru dan buatan manusia. Indonesia itu bukan bangsa karena garis darah, melainkan hasil permufakatan manusia itu sendiri.

Dalam pandangan saya, Agnez tak sedang menegasikan dirinya sebagai seorang Indonesia. Ia hanya berusaha menjelaskan garis keturunannya secara jujur. Ia hendak bercerita kepada dunia bahwa meskipun dirinya seorang minoritas, dengan hidup di Indonesia, ia mendapat kesempatan yang sama untuk berkarir dan berkembang hingga bisa berada di titik ini.

Sebagai netizen, kita hanya cenderung lebay menanggapi. Kita cenderung merasa berhak menjustifikasi orang lain dengan penilaian sepintas. Andai pernyataan itu keluar dari mulut seorang biasa, tentu media tidak akan memberitakannya secara masif. Tak mungkin pula menjadi seheboh sekarang. Apalagi sesi wawancara itu menggunakan bahasa Inggris.

Sayangnya, pernyataan itu keluar dari mulut Agnez Monica, seorang aktris papan atas dengan follower Instagram hampir mencapai 20 juta orang. Pernyataan itu keluar dari mulut seseorang penyanyi yang karirnya tengah mentereng di kancah internasional. Pernyataan itu keluar dari mulut seorang gadis yang dinilai berprestasi, dan belum lama ini diundang ke istana oleh Presiden Jokowi.

Marilah kita bersama-sama membuat pengakuan bahwa kita sudah terlanjur memiliki hasrat nasionalisme dan kebanggan berlebihan pada bangsa. Pada bangsa yang masyarakatnya merasa inferior dan hanya bisa mengagumi banyak bintang Korea, pencapaian Agnez di panggung Hollywood tentulah sebuah kebanggan. Kita telah lama krisis kisah hebat mengenai pencapaian di panggung dunia.

Namun, Agnez seorang yang bicara apa adanya. Ia tak akan membuat pengakuan bohong demi menuntaskan hasrat banyak orang serta mendapat puji puji netizen."Saya tumbuh dalam budaya yang beragam. Inklusivitas budaya adalah yang saya perjuangkan. Bhineka Tunggal Ika berarti bersatu dalam keberagaman." Demikian tulisnya dalam satu unggahan.

Sebelum ikut-ikutan menghakimi Agnez, marilah kita bertanya pada diri sendiri, apa pula yang pernah kita persembahkan bagi bangsa ini? Sudahkah kita melakukan sesuatu yang kelak bisa membuat kepala Indonesia tegak di hadapan bangsa-bangsa lain?

Jika kita hendak menunjukkan diri paling nasionalis, maka jangan tunjukkan itu melalui kemarahan di media sosial. Tunjukkan lah sikap nasionalis kita dengan cara mengupgrade diri, menghasilkan karya, berbuat sesuatu yang kelak tercatat tinta emas sejarah bangsa.

Pada kasus Agnez, kita seharusnya menyerap hikmah.

Jakarta, 27 November 2019

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k