Langsung ke konten utama

Pertama Kali Naik Kereta

Stasiun Gambir

Sudah lama sekali saya ingin menikmati sensasi naik kereta. Saya penasaran bagaimana rasanya melintasi kota-kota di Pulau Jawa yang padat dengan transportasi ini. Saya terbayang bagaimana keseruan pemain-pemain dalam film 5 CM tiap kali melihat kereta yang melintas.

Barulah kemarin hasrat itu kesampaian. Kemarin, untuk pertama kalinya dalam hidup, saya bepergian menggunakan kereta. Saya hendak menuju Malang dari Jakarta untuk satu urusan. Karena penasaran, saya pun memesan tiket kereta eksekutif Bima seharga ratusan ribu.

Mulanya, saya mengira, bepergian menggunakan kereta dalam satu perjalanan jauh akan sangat membosankan. Saya membayangkan akan berdesak-desakan dengan posisi duduk yang tidak nyaman. Tapi setelah masuk ke dalamnya, barulah saya sadar kalau anggapan saya keliru. Kenyataannya lebih keren dari yang saya bayangkan.

Di dalam kereta

Saya takjub saat melihat interior kereta yang bersih dan rapi. Desain tempat duduknya sangat elegan, dilengkapi bantal dan selimut. Di atas tempat duduk, terdapat pula bagasi berukuran besar. Saya merasa tidak sedang naik kereta api, melainkan sedang masuk ke dalam kabin pesawat. Saya juga melihat banyak fasilitas lain seperti televisi, pendingin udara, meja lipat, foot rest, hingga kantin. Saya tak tahu apakah kereta eksekutif ini juga dilengkapi dengan Wi-Fi.

Yang paling saya sukai, kursi kereta bisa direbahkan sesuai selera. Sehingga saat mulai ngantuk di perjalanan, kita bisa tidur dengan posisi nyaman. Dalam bahasa keren disebut Posisi Wenak atau PW. Di Samping kursi juga terdapat colokan charger. Kita bisa main hp sepuasnya tanpa takut lowbad. Yah, meskipun di perjalanan, saya masih tetap bisa berbalas pesan dengan teman-teman.

Sepintas, tampilan kereta-kereta eksekutif di Jawa saat ini hampir sama. Dari tampilan luar, ia didominasi desain serupa selendang berwarna oranye, dihiasi garis biru tua dengan latar belakang abu-abu. Saya tidak tahu benar alasanya. Saya tak punya banyak waktu untuk menanyakan kepada petugas saat itu. Lagian, mereka juga belum tentu bisa menjelaskannya.

Perjalan Jakarta - Malang menggunakan kereta adalah perjalanan yang memakan waktu hingga belasan jam. Saya meninggalkan Gambir pukul 16.30 sore dan sampai di Malang pada pukul 08.15 pagi.  Kereta akan melewati banyak stasiun mulai dari Jatibarang, Cirebon, Purwokerto, Yogyakarta, Solo Balapan, Madiun, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Gubeng, Sidoarjo, Lawang, hingga tujuan akhir di Malang.

Stasiun Solo Balapan

Stasiun Kota Malang

Saya melewati malam dengan berbincang-bincang. Saya duduk bersebelahan dengan seorang sahabat yang juga sama-sama berangkat dari Jakarta. Saat dia tertidur, saya lalu berselancar di internet, membaca beberapa artikel, hingga menonton YouTube di smartphone.

Saya agak susah terpejam sebab baru pertama kali naik kereta. Saya harus beradaptasi dengan goyangan dan getaran kereta, serta suara gerbong yang agak sedikit berisik. Untungnya, saya bisa sesekali turun untuk sekedar minum kopi dan melemaskan otot di setiap pemberhentian. Saya juga bisa menghilangkan rasa jenuh dengan cara memesan makanan pada petugas yang setiap setengah jam berkeliling menawarkan penumpang.

Kesan saya, perjalanan dengan kereta amatlah mengesankan. Setidaknya, perjalanan ini melengkapi pengalaman saya saat bepergian jauh. Saya pernah menempuh perjalanan dari Lombok menuju Purwokerto dengan Hiace selama sehari semalam.

Naik kereta bukanlah sesuatu yang bisa dinikmati semua orang di negeri ini. Bagi orang kampung seperti saya, pengalaman naik kereta adalah pengalaman yang selalu bisa diceritakan kepada para tetangga di kampung halaman. Maklumlah, di kampung saya, tak ada kereta yang melintas. Hikkkkz.

Malang, 25 Oktober 2019

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k