Langsung ke konten utama

Pelajaran Hidup dalam Buku Marketing

Buku  Citizen 4.0 

Pernahkah Anda mendengar istilah Ikigai? Istilah ini berasal dari kepulauan Okinawa, Jepang. Sejak beberapa waktu yang lalu, para peneliti sudah menemukan fakta bahwa masyarakat Okinawa cenderung berumur panjang dan bahagia. Mereka bekerja dengan riang gembira. Banyak diantara mereka yang masih aktif beraktivitas hingga berumur senja. Di sana, bisa ditemukan seorang nelayan berusia 100 tahun.

Masyarakat Okinawa tidak mengenal istilah pensiun. Bagi mereka, kegiatan sehari-hari termasuk mencari nafkah akan terus dijalankan selama kondisi fisik masih memungkinkan. Menariknya, bukan karena mereka membutuhkan nafkah untuk hidup, tapi memang dorongan dari diri mereka sendiri.

Setelah ditelusuri secara mendalam, masyarakat Okinawa ternyata berpegang teguh pada filosofi Ikigai yang merupakan alasan mereka untuk hidup dan beraktivitas. Ikigai menjadi bahan bakar yang menggerakkan orang Okinawa untuk mencapai bahagia. Mereka tahu apa tujuan hidup, tahu bagaimana memanfaatkannya, dan tahu bagaimana menggunakannya untuk membahagiakan orang lain.

Ikigai terdiri dari empat faktor utama. Pertama, passion for knowledge, kebutuhan akan pengetahuan. Orang Okinawa akan bertanya pada dirinya tentang keahlian apa yang mereka miliki. Hal ini bisa berupa pengalaman ataupun keahlian praktis.

Kedua, passion for business, yakni hasrat untuk selalu berusaha. Kita semua tahu, semakin baik dan unik keahlian yang kita miliki, semakin besar pula kesempatan untuk mendapatkan penghasilan. Inilah yang dinamakan profesi. Ketiga, passion for service. Adanya dorongan untuk melayani orang lain. Kita dibayar karena melakukan sesuatu. Kita bekerja demi melayani kebutuhan orang lain.

Keempat, passion for people. Point ini berhubungan dengan pekerjaan apa yang kita cintai. Bentuknya bisa berupa apa saja, bisa hobi atau kegiatan apapun yang menyenangkan hati. Selama bertahun-tahun orang Okinawa menerapkan filosofi ini dalam kehidupan sehari-hari. Mereka seolah menjalani hidup dengan satu keteraturan pola yang lalu membuat mereka berumur panjang dan bahagia.

Filosofi Ikigai mengingatkan saya pada banyak kearifan di tanah air yang menyebut, perlakukan lah orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Jika kita ingin bahagia, maka jangan segan untuk membahagiakan orang lain. Demikian pula sebaliknya. Jadikanlah orang lain dan lingkungan sekitar sebagai cermin atas diri kita sendiri.

Di mata saya, orang Okinawa adalah mereka yang sudah tuntas dengan dirinya. Mereka tak lagi sibuk memikirkan dirinya sendiri, melainkan juga orang lain dan lingkungan sekitar. Mereka harus terus melakukan sesuatu demi menghadirkan sejumput kebahagiaan di wajah orang lain. Mereka harus terus beraktivitas demi membawa keberkahan bagi lingkungan sekitar.

***

Kisah tentang orang Okinawa saya temukan saat membaca buku Citizen 4.0 yang ditulis Hermawan Kartajaya. Ketimbang buku marketing, buku ini lebih cocok disebut buku refleksi spiritual. Dalam banyak bagian, saya tak saja menemukan pelajaran tentang marketing tetapi juga pelajaran hidup dan kearifan.

Yang menarik adalah, buku ini tidak hanya mengupas fenomena marketing yang selalu bergeser, tapi juga mengisahkan perjalanan karir Hermawan Kartajaya hingga mencapai level puncak seperti sekarang ini. Mark Plus yang kini menjadi lembaga konsultan pemasaran paling laris di negeri ini tidak dibangun dengan mudah. Ada pilihan berat yang terpaksa Ia lalui saat itu.

Hermawan Kartajaya yang terlahir dengan nama Tan Tjioe Hak dari keluarga keturunan Tionghoa, harus berani meninggalkan posisinya sebagai direktur di satu perusahaan HM Sampoerna demi membangun Mark Plus. Saat itu, langkah yang dijalani Hermawan bukanlah langkah yang berani diikuti semua orang.

Tidak semua orang berani keluar dari zona nyaman sebagaimana lagu yang dipopulerkan Fourtwnty. Tidak semua orang berani mengambil resiko. Menanggalkan jabatan direktur dari salah satu perusahaan terbesar di Indonesia, lalu memulai profesi lain bukanlah pilihan mudah.

Dalam buku ini, Hermawan membagi perjalanan manusia dalam empat tahapan kehidupan, yaitu; fundamental (usia 0-20), forefront (usia 20-40), foster (usia 40-60), dan final (usia 60-80). Pada setiap fase kehidupan, manusia menjalani proses yang amat penting. Setiap fase akan meninggalkan jejak pengalaman bagi kepribadian seorang individu. Ketika semuanya berjalan baik, seseorang akan menjadi Citizen 4.0 yang bisa memberi makna bagi sekelilingnya.

Pesan dalam buku ini sederhana yakni pemasaran bukan cuma bagaimana menjual, tetapi bagaimana menjadi individu yang baik dan bermanfaat bagi semesta. Sebagaimana orang-orang Okinawa di Jepang, demikianlah seorang individu harus bersikap. Pada tingkat kemapanan tertentu, manusia akan bertanya pada dirinya sendiri; untuk apa saya hidup?

Jakarta, 12 Oktober 2019

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k