Langsung ke konten utama

Usai Menonton Film Aladdin

Film Aladdin (gambar: google)

Film Aladdin yang disutradarai Guy Ritchie sudah tayang di bioskop-bioskop. Sejak trailernya muncul di youtube, saya memang sudah meniatkan untuk menonton.

Film ini merupakan remake dari film animasi Disney tahun 1992 berjudul Aladdin yang diambil dari kisah rakyat Seribu Satu Malam. Aladdin dibintangi oleh Mena Massoud, Will Smith, Naomi Scott dan Marwan Kenzari.

Benang merah dari film ini mengisahkan seorang pemuda biasa bernama Aladdiin yang menemukan lampu ajaib berisi jin sakti dan seketika mengubah hidupnya.

Aladdin dikenal sebagai sosok pemuda miskin yang jatuh cinta kepada putri sultan bernama Jasmine. Pada suatu malam, ia hendak menyusup ke istana demi menemui sang putri. Penyamarannya pun terbongkar saat seorang yang bertugas sebagai penasehat sultan bernama Jafar memergoki Aladdin.

Jafar merupakan karakter antagonis utama dalam film ini. Dia lah yang memaksa Aladdin untuk memasuki sebuah gua berisi harta karun untuk menemukan lampu ajaib yang menyimpan jin sakti didalamnya.

Kisah Aladdin dan lampu ajaib mungkin tak asing lagi bagi pencinta fiksi. Di tangan Guy Ritchie dan kawan-kawan, film ini kembali disajikan dengan berbagai adegan romantis, kocak, dan menghibur.

Salah satu bagian yang saya senangi adalah ketika Jasmine dan Aladdin berkeliling dengan permadani ajaib sambil menyanyikan soundtrack animasi Aladdin yang ikonik berjudul "A Whole New World", tampil dalam wujud nyata.

Saya menyukai karakter Putri Jasmine yang diperankan Naomi Scott. Ia nampak cantik dan natural, terlebih saat mengenakan gaun khas putri sultan timur tengah. Jasmine memang memukau. Sepintas, wajahnya mirip Arohi dalam film Aashiqui.

Saya juga menyukai sosok Genie (Jin sakti) yang diperankan Will Smith. Ia sukses menampilkan karakter kocak, jenaka, dan jenius. Saya beberapa kali tertawa melihat tingkah Ginie dalam film ini. Terutama saat Aladdin menyamar sebagai Sultan Ali dan hendak mempersunting Jasmine.

Versi live action Aladdin menyusul kegemilangan Cinderella dan Beauty and The Beast yang lebih dulu mendunia. Dengan desain produksi, artistik, kostum, riasan, serta ketepatan dalam memilih pemain, Guy Ritchie sukses membuat kisah dari Agrabah ini begitu bernyawa dan menghidupkan imajinasi. Satu hal yang mungkin sedikit mengganggu adalah karakter Jafar yang sejak awal tampak bengis.

Mungkin karena sejak adegan pertama, film ini menempatkan diri sebagai dongeng yang disampaikan orang tua kepada anak-anaknya. Maka hitam putih karakternya harus dibuat tegas, agar anak-anak mudah menentukan pilihan.

Pesan moral dalam film ini sangat jelas. Alladdin seakan menggugah kesadaran saya tentang keberanian untuk menerabas semua tantangan, menjadi diri sendiri, dan membangun kekuatan dari dalam.

Jadi, kapan kita nonton film ini berdua?

Mataram, 31 Mei 2019

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k