Langsung ke konten utama

Catatan Demonstrasi 22 Mei Jakarta (Sudut Pandang)

Film Gie

Kalau ada yang bilang demo tahun 98 dan sekarang itu adalah aksi yang berbeda, ya karena sudut pandang saja. Esensinya tetap sama. Ada sebagian masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil atau dijahati oleh rezim penguasa. Lalu mereka melawan.

Bagi kubu petahana yang sedang ingin mempertahankan kekuasaan, sah-sah saja jika pihaknya melabeli aksi di jalan Thamrin dengan segala sentimen negatif. Demikian juga sebaliknya. Wajar. Di zaman Suharto juga seperti itu.

Bedanya, Orde Baru tak punya banyak buzzer mitra rezim di media sosial. Akses informasi saat itu juga tidak sederas sekarang dimana semua orang dengan leluasa membaca, menulis, menginterpretasikan segala yang terjadi untuk kemudian dilempar kembali ke jagat maya.

Beberapa diantara kita mungkin hanya mengetahui bahwa saat tragedi "Trisakti" ada 4 orang mahasiswa meninggal tertembak. Kita tak punya gambaran detailnya. Kita tak tau apa yang terjadi pada rakyat sipil disekitar lokasi, fasilitas publik yang rusak, hingga nasib keluarga para korban dan semacamnya.

Tentu saja yang melekat dibenak kita adalah penembakan tersebut dilakukan secara membati buta. Tak ada yang memuji-muji kinerja aparat penegak hukum seperti sekarang. Padahal, mereka yang bertugas pada saat itu juga melayani kepentingan penguasa, bangsa dan negara.

Konteks demonstrasinya kan tak sama. Benar. Tapi nilai-nilai mendasar yang terkandung didalamnya sama saja. Ketidakadilan dan kepongahan rezim beserta kroni-kroninya.

Sumbawa, 25 Mei 2019

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k