![]() |
Gambar: google |
Beberapa sahabat blogger menanyakan mengapa akhir-akhir ini saya jarang sekali update tulisan di blog. Mereka kira saya sudah berhenti menulis lalu vakum di dunia blogging. Padahal, saya hanya rehat untuk beberapa saat. Dua bulan lalu, saya pulang ke kampung halaman di Sumbawa. Di sana, saya tak punya banyak waktu untuk menulis sebab siangnya harus membantu pekerjaan orang tua serta malamnya harus beristirahat.
Alasan lain adalah, saya memang sempat kecanduan bermain game online. Selain membuat saya malas menulis, game itu juga membuat saya tidak produktif dalam banyak hal. Alhasil, setelah melakukan evaluasi terhadap rutinitas harian, saya memilih menghapusnya dari perangkat.
Sebenarnya, tak ada yang benar-benar bisa menghambat saya untuk tidak menulis dalam waktu lama. Dulu jika kemalasan menulis tengah mendera, saya biasa berselancar di internet dan membaca berbagai situs, demi menemukan motivasi kuat untuk menulis sesuatu. Makannya tak ada yang spesial di blog ini selain tumpahan catatan keseharian saya dalam berbagai hal.
Saya kerap iri pada mereka yang seakan tak kehabisan energi untuk menulis. Padahal, aktivitas ini tak semudah yang dibayangkan banyak orang. Anda boleh menulis apa saja tanpa memperhatikan kaidah penulisan, tetapi saat tulisan anda dikritisi, anda juga harus selalu berbesar hati menerimanya.
Sebut saja Yusran Darmawan, blogger yang satu ini selalu konsisten dalam menulis. Ia seakan tak kehabisan topik. Produktivitasnya sekelas Goenawan Mohamad dalam dunia penulisan esai. Ia menulis apa saja mulai dari tema politik, teknologi, etnografi, sejarah, hingga meresensi buku-buku best seller. Saya tak pernah alpa membaca tulisan terbaru di blog pribadinya yang telah mencapai ribuan postingan. Alamatnya di sini.
Yang saya senangi dari penulis lulusan Ohio University itu adalah kebiasaannya membagikan kiat-kiat menulis bagi para blogger pemula. Dalam satu tulisan, ia menjelaskan bahwa menulis hanya soal keberanian menggoreskan sesuatu di atas kertas. Menulis adalah bagaimana mendengar kata hati serta mengikuti hasrat untuk menjadi penulis, tanpa terlalu memperdulikan kritikan dan cacian orang lain. Baginya, Semua orang bisa menjadi penulis. Semua orang bisa melahirkan karya tulis, apapun pendidikan, latar belakang, serta pengalamannya.
Benar atau tidak, tentu kita tidak pernah tau sebelum benar-benar mencobanya.
Mataram, 23 Juli 2018