Pasar pancingan |
Dunia kepariwisataan serupa industri hiburan. Letak kekuatan utama dari sektor yang satu ini adalah bagaimana cara menata, mengelola, serta mempromosikan satu objek destinasi, yang lalu memantik minat banyak orang untuk berdatangan. Saya yakin, tak ada satupun objek wisata yang tak layak jual. Kuncinya ada pada keberanian untuk menampilkan sesuatu yang tak biasa. Kuncinya adalah kreativitas.
Setidaknya itulah yang saya rasakan saat berkunjung ke Pasar Pancingan Bilebante di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Tempat wisata ini tampaknya tengah naik daun. Letaknya hanya sekitar 30 menit dari pusat Kota Mataram. Di media sosial, banyak sahabat membagikan foto mereka saat berkunjung. Penasaran, saya pun ke sana.
Kesan saya, tempat ini menyajikan satu aktivitas pasar yang dikemas menjadi tempat wisata. Di bagian depan, saya melihat lorong-lorong kayu yang dihiasi payung. Orang-orang akan mengantri demi berfoto di situ. Sebenarnya, pasar ini terletak di area persawahan yang luasnya tak seberapa besar. Hanya saja, pihak pengelola berani memoles dan menata ulang hingga layak dikunjungi.
Dalam peta |
Saat berkeliling, saya menemukan beberapa hal yang menarik. Pertama, pasar pancingan hanya buka setiap hari minggu yakni dari jam 7 pagi hingga jam 2 siang. Kedua, setiap pengunjung harus menukarkan uang terlebih dahulu di stand Money Changer jika hendak berbelanja. Di situ, kita akan diberi ‘kepeng’ sebagai medium untuk menjejal kuliner. Ketiga, banyak terdapat spot foto yang instagramable. Keempat, sesuai dengan namanya, pasar pancingan juga menawarkan aktivitas memancing di kolam-kolam sekitar lapak.
Kuliner di pasar pancingan memang kian beragam. Saya sempat memesan dua porsi nasi belut khas Lombok dan bakso rumput laut. Yang membuat saya menyukai tempat ini adalah suasana sawah yang masih asri, tenang, dan menyejukkan yang membalut aktivitas pasar. Sebagai destinasi kuliner, tentu saja pasar ini dilengkapi beberapa gazebo sebagai tempat bersantap.
Saya melihat, pengunjung mulai memadati pasar menjelang siang. Ada yang datang bersama sahabat, pasangan, serta tak ketinggalan pula mereka yang berlibur dengan keluarga. Sempat saya berbincang dengan salah seorang wisatawan dari luar daerah. Ia mengagumi konsep pasar yang mengusung suasana khas pedesaan. Pemandangan seperti ini sangat langka di perkotaan katanya.
Money changer |
Pasar pancingan |
'Kepeng' pasar pancingan |
Pasar Pancingan |
Dahulu, saat pasar pancingan pertama kali di buka, artis ibu kota sekelas Gracia Indri pernah didatangkan. Katanya, tempat ini akan diproyeksikan sebagai salah satu destinasi wisata digital unggulan di Lombok. Pantas saja, promosi tentang pasar pancingan di media sosial sedemikian kuat. Bahkan dalam waktu singkat, akun instagram miliknya sudah mendulang banyak followers.
Saat berkunjung, saya juga melihat beberapa turis asing yang berdatangan. Mereka berjalan dari satu spot ke spot lain demi mengabadikan beberapa gambar. Serasa tak mau ketinggalan, saya pun ikut berkeliling. Spot pilihan saya adalah ‘klasik view.’ Spot ini di desain dengan tikar pandan, dinding yang terbuat dari anyaman bambu, serta beberapa televisi jaman old yang sengaja dikumpulkan.
Selanjutnya, saya menuju spot ‘welcome 2018.’ Bisa dibilang, yang satu ini merupakan spot favorite bagi kaum hawa. Spot itu dihiasi ragam warna mencolok yang berbentuk segi tiga. Beberapa payung juga terlihat menghiasi bagian atasnya. Saat hendak mengambil gambar, seorang wanita tetiba menghampiri dan berucap “Mas, minta tolong fotoin saya di tempat ini.”
Pasar pancingan |
Pasar pancingan |
Pasar pancingan |
Kolam ikan sekitar pasar pancingan |
Sesaat berada di tempat ini, saya menyaksikan betapa kehidupan di desa begitu tentram. Mungkin juga, fakta inilah yang membuat salah seorang sahabat yang tengah menyelsaikan pendidikan di luar negeri sering mengabarkan bahwa dirinya selalu tak sabar untuk mengunjungi Lombok.
Boleh jadi, mereka membayangkan aktivitas desa sungguh menyenangkan sebab alam masih hijau, pepohonan di mana-mana, juga sungai jernih yang menjadi tempat bermain. Kehidupan ala desa itu dianggap jauh lebih sehat, jauh lebih membahagiakan, ketimbang kehidupan ala kota yang setiap hari harus bergegas.
Tentu saja masih banyak sesuatu yang belum saya jelaskan tentang pasar pancingan. Hal terbaik yang bisa dilakukan untuk menuntaskan rasa penasaran itu, hanyalah dengan mengunjunginya secara lansung.
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh Gramedia.
Mataram, 07 Januari 2018
Komentar
Posting Komentar