Langsung ke konten utama

Dua Film Laga yang Saya Nantikan di Tahun 2018

Adegan film Datu Mseng & Maipa Deapati

Sebagai penggemar aksi laga, ada dua film yang paling saya nantikan di tahun ini. Pertama, film berjudul Datu Museng dan Maipa Deapati yang diangkat dari kisah legenda di tanah Makassar. Kabarnya, film ini akan tayang pada 11 Januari mendatang. Kedua, film Wiro Sableng yang disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko.

Manakah yang ingin anda tonton?

***

Film Maipa Deapati dan Datu Museng akan segera tayang di bioskop. Jika tak ada kendala, saya ingin sekali menyaksikannya. Trailer-nya telah diunggah di youtube dan ditonton ribuan kali. Saya menyenangi adegan saat Datu Museng terpaksa harus membunuh isterinya dengan sebilah keris. Siapapun yang menonton adegan itu, pasti akan membayangkan bahwa film ini tidak saja menyajikan satu aksi laga, tetapi juga memuat drama percintaan yang berujung tragis.

Yups. Dalam berbagai literatur sejarah, kisah cinta Datu Museng dan Maipadeapati memang kerap disebut-sebut lebih romantis dibanding kisah Romeo dan Juliet. Fakta lain yang juga ikut mendorong saya untuk menonton film ini adalah hubungan kesejarahan antara Makassar dan Sumbawa yang diwakili kedua tokoh.

Film yang diperankan oleh aktor berdarah India, Shaheer Sheikh dan akrtris Filhzah Burhan ini diawali dengan adegan jatuhnya Makassar ke tangan VOC. Sejumlah pihak yang hendak mempertahankan tanah leluhur, lalu menggalang kekuatan. Dalam satu pembicaraan, mereka sepakat untuk memanggil Datu Museng yang saat itu telah menikahi putri kerajaan Sumbawa, untuk kembali ke tanah daeng demi memimpin perlawanan.

Sepintas, trailer film ini sangat menarik. Kalimat-kalimat dalam bahasa Makassar sungguh heroik. Hanya saja, pakaian yang dikenakan oleh semua prajurit, aktor, maupun aktris terlampau bagus untuk menggambarkan kehidupan di zaman kolonial. Padahal, ini kisah mengenai kehidupan orang-orang Makassar di masa lampau.

Pakaian-pakaian yang dikenakan itu seperti baru keluar dari toko. Sehingga, pesan yang ingin disampaikan terasa kurang mengena. Saya juga kurang sepakat dengan pilihan aktor utamanya. Beberapa penggalan kalimat Shaheer dalam bahasa Indonesia masih terdengar kaku. Hal ini bisa membuat penjiawaan seorang aktor terhadap peran yang dimainkannya tidak maksimal.

Entahlah, ini hanya kesan sepintas saat menyaksikan trailer film. Mungkin pihak produksi ingin menampilkan sesuatu yang lebih fresh dan agak berbeda dari biasanya. Akan tetapi, sebagai seseorang yang percaya kalau film tak hanya medium untuk hiburan, namun seni dalam menyajikan sesuatu, saya sedikit berharap lebih.

Film Wiro Sableng

Film lain yang saya nantikan adalah Wiro Sableng. Selain disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko yang juga merupakan sutradara dari film Filosofi Kopi, skenario Wiro Sableng juga dikerjakan oleh Sheila Timothy, Tumpal Tampubolon, serta Seno Gumira Ajidarma. Dalam satu wawancara, Sheila mengungkapkan bahwa ada keterlibatan Fox International Productions demi mendukung dana produksi film tersebut.

Di era akhir 90-an, film ini sempat menjadi salah satu serial yang amat diminati. Dulu, saya tak pernah alpa menonton Wiro Sableng hampir di setiap episodenya. Saya ingat betul, Wiro adalah sosok inspirasi bagi banyak anak di desa saya saat bermain. Mereka bahka rela membuat tato 212 hanya agar terlihat mirip dengan jagoannya itu.

Kini, betapa semringah saat mendengar pendekar kapak maut 212 akan kembali beraksi di layar kaca. Terlebih, ketika mengetahui film ini diperankan lansung oleh Vino G Bastian, aktor sekaligus anak kandung dari Bastian Tito yang juga kreator dibalik novel fenomenal Wiro Sableng Kapak Maut Naga Geni 212.

Beberapa artis papan atas yang juga ikut bermain di film ini antara lain Yusuf Mahardika, Dian Sidik, Lukman Sardi, Marcella Zalianty, Happy Salma, serta Yayan Ruhiyan. Rencananya, Wiro Sableng akan tayang pada bulan Desember mendatang.

Yah, apapun yang terjadi, saya akan selalu menyempatkan diri untuk menyaksikan dua film ini. Saya menggemari kisah-kisah di balik aksi laga, khususnya perjuangan mencari jati diri, serta sikap rendah hati sebagai seorang kesatria yang biasa ditunjukkan oleh pemeran utama. Saya berharap, akan semakin banyak film laga tanah air yang menyusul film-film ini ke layar lebar.

Mataram, 02 Januari 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k