Langsung ke konten utama

Para Srikandi Pejuang Lingkungan di Tanah Sasak



Seorang sahabat mengajak saya untuk menghadiri acara Launching Buku sekaligus Workshop lingkungan di sebuah hotel di wilayah Sengigi, Mataram. Tak saya sangka, pertemuan itu menjadi pertemuan yang sangat mengesankan. Saya banyak bertemu dengan orang-orang yang kini setiap katanya masih mengisi ruang kosong di kepala saya.

Di sana saya bertemu dengan berbagai orang yang mampu memberikan motivasi melalui apa yang telah mereka lakukan. Saya bahkan tidak menyangka bahwa pertemuan itu sekaligus membuka indra saya untuk lebih peka terhadap sekelumit permasalahan sosial yang tengah terjadi.

Dalam Workshop yang lebih banyak mengulas permasalahan lingkungan terutama sampah itu, saya benar-benar di buat terkesima. Saya tidak menyangka bahwa apa yang dilakukan oleh para srikandi itu telah memberikan dampak yang signifikan terhadap kesadaran masyarakat Lombok tentang bagaimana menciptakan lingkungan yang bersih dan bebas dari sampah.

Tak hanya itu, mereka bahkan mengajak masyarakat untuk mengolah sampah secara kreatif. Karya-karya kreatif mereka yang berbahan dasar sampah itu saya lihat ketika hendak memasuki ruangan. Saya tidak menyangka bahwa sesuatu yang saya buang setiap hari, di tangan mereka yang inovatif, menjadi karya seni bernilai tinggi dengan harga mahal.

Di pertemuan itu saya di ajarkan untuk selalu berkomitmen dalam segala hal. Terutama masalah lingkungan. Saya telat memahami bahwa di tengah hiruk pikuk wisatawan yang memadati Lombok, ternyata ada cerita tentang perjuangan sekelompok srikandi untuk mewujudkan Lombok yang bersih dan nyaman melalui serangkaian perjuangan yang tidak biasa.

***

Kegiatan itu dimulai dengan presentasi Shoko Meneki, seorang Mahasiswi asal Jepang yang tengah mengadakan penelitian di Lombok tentang sekelumit permasalahan sampah. Saya sedemikian tercengang ketika mendapati beberapa fakta yang dia jabarkan tentang tingkat kesadaran masyarakat Lombok terhadap lingkungan.

What Is The Problem? Itulah pertanyaan yang kemudian muncul di benaknya ketika melakukan penelitian di sini. Dia bahkan tidak percaya tentang realitas sosial yang terjadi, gadis itu mengatakan bahwa apa yang dia temukan adalah fakta yang benar-benar nyata di tengah masyarakat. Dia menyesalkan tingkat kesadaran masyarakat Lombok yang masih rendah untuk sekedar menciptakan lingkungan bersih dan bebas sampah.

Saya sangat terfokus pada beberapa gambar yang dia sajikan melalui slide nya. Ada gemuruh di dada ketika melihat sampah-sampah itu berserakan memenuhi pinggiran jalan, sungai, laut bahkan di selokan yang lokasinya berada ditengah pemukiman warga.


Di acara itu saya banyak bertemu dengan rekan sesama mahasiswa dan juga para relawan asal negeri bunga Sakura. Kita dipertemukan pada gelombang pemikiran yang sama, kita juga diikat oleh satu perasaan getir terhadap keadaan lingkungan yang memperihatinkan.

Pembicaraan Shoko di tutup oleh tepuk tangan dari segenap peserta yang hadir. Sesaat setelah itu, seorang bernama Janithia Adelia Reni kembali bebicara. Dia seorang gadis yang hatinya tergerak dalam menyuarakan perlawanan terhadap segala bentuk pengrusakan lingkungan yang disebabkan oleh sampah.

Dia bercerita banyak tentang berbagai pengalamannya semenjak menjadi relawan. Suatu hari dia pernah di buat terkejut oleh fenomena yang terjadi di Gili Trawangan, salah satu tempat wisata yang telah ramai di kunjungi ini ternyata memiliki cerita lain dibalik keindahannya yang mempesona. Dia tidak menyangka ketika mendapati sebuah kawasan wisata nan indah itu ternyata mampu melahirkan volume sampah yang tidak terkira jumlahnya.

Dia menuturkan bahwa volume sampah yang ada di sana mencapai tinggi hingga 2 meter. Sehingga para petugas kebersihan harus berlalu lalang selama tak kurang dari 5 kali sehari untuk mengangkut sampah-sampah yang di produksi oleh berbagai hotel dan bungalow di Trawangan.

Sejenak mendengar pemaparan dari Lia membuat saya tertegun. Saya baru menyadari bahwa dibalik gelak tawa para pelaku industri wisata di Lombok, ada cerita haru tentang sekelompok relawan lingkungan yang dengan ikhlas mengabdikan dirinya demi melihat Lombok yang elok dan bersih.


Saya juga di buat tertarik dengan buku yang di terbitkan oleh pihak pengundang. Judulnya "Management dan Marketing Bank Sampah Kreatif". Buku itu di tulis oleh Aisyah Odist, yang juga merupakan Direktur Bank Sampah NTB. Saya tidak pernah bertemu dengannya sebelum pertemuan kami sore itu. Aisyah adalah cikal bakal dari revolusi lingkungan di Lombok, dia adalah perempuan yang mampu memberikan inspirasi bagi siapapun.

Saya sangat memahami serangkaian tantangan dalam menumbuhkan kesadaran publik terhadap pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dari fenomena sampah. Tapi melalui tangan kreatif Aisyah, semuanya tampak mudah dilakukan. Aisyah memulai perjalanannya semenjak 2011 dengan membuka beberapa penampungan sampah di Lombok.

Dia menghimbau kepada masyarakat bahwa sampah dapat di jadikan sesuatu yang bernilai tinggi dengan sentuhan kreatifitas dari masyarakat itu sendiri. Aisyah menerima sampah dari berbagai warga lokal untuk di daur ulang menjadi beragam jenis produk terutama tas.

Wanita berambut pendek itu juga memberikan pelatihan dan mengorganisir masyarakat lokal untuk tumbuh sebagai kaki-kaki yang bergerak dalam mewujudkan kebersihan lingkungan dengan cara kreatif. Tak hanya menggandeng warga lokal, beberapa relawan asing terutama yang berasal dari Jepang pun ikut dalam berbagai aktivitas sosial yang dia lakukan.

Sore itu Aisyah Odist hadir dengan penampilan yang sangat sederhana, dia memberikan beberapa masukan dan motivasi bagi para peserta. Satu pernyataan Aisyah yang masih terekam di benak saya adalah "Kita tahu betul bahwa apa yang dilakukan oleh masyarakat itu menyimpang. Mereka membuang sampah tidak pada tempatnya, itu merupakan hal yang sederhana dan bisa dilakukan oleh siapapun. Tapi dari hal yang sederhana itu, kita tidak pernah belajar untuk mempelajarinya, bahkan bagaimana menemukan solusi untuk menghentikan aktivitas mereka". Pesan itu seakan lansung menikam saya yang duduk di bangku peserta.

Saya sepenuhnya mengamini apa yang dikatakan direktur bank sampah tersebut, bahkan dengan perasaan jujur saya juga mengakui bahwa hal-hal yang nampak sederhana kadangkala membuat saya lalai, sehingga tidak pernah terpatri dalam benak saya untuk sekedar menanggapinya dengan serius. Tapi setidaknya apa yang dikatakan Aisyah adalah jamu pahit untuk mengobati banyak penyakit di luar sana.

Dalam pertemuan yang digelar di hotel Aruna itu, hati saya kembali tergugah oleh pernyataan Takeshi San, seorang Volunteer asal Jepang yang juga berkesempatan hadir di acara tersebut. Tips sederhana yang ia bagikan kepada para peserta tentang bagaimana menumbuhkan komitmen di dalam diri pribadi untuk menjaga lingkungan, serupa cambuk kesadaran bagi siapapun yang mendengarkannya.

"Kalau kalian mau buang sampah sembarangan, peganglah dada kalian sejenak, sembari menyanyikan lagu kebangsaan kalian, Indonesia Raya." Pernyataan pria bermata sipit itu seketika membuat batin saya menjadi basah, apa yang dikatakannya seakan menghempas warga Indonesia khususnya Lombok untuk kembali mempertanyakan makna Nasionalisme mereka.

Yang tidak kalah menarik adalah cerita tentang Kiyoto San, seorang wisatawan asal Jepang yang juga sahabat dari Aisyah Odist. Kiyoto gemar berwisata di Lombok. Dia bahkan menghabiskan waktu liburannya hingga berbulan-bulan disini. Namun satu hal yang menyayat hati ketika menengok apa yang dilakukan Kiyoto. Selama berada di Lombok, dia bahkan tidak pernah membuang sampah sekalipun disini.

Sampah-sampah yang ia hasilkan selama menghabiskan waktu liburannya di kemas dan dibawa pulang ke Jepang. Suatu saat ketika Aisyah berkunjung ke penginapannya, dia mendapati Kiyoto tengah menjemur sampah plastik yang baru ia cuci untuk kembali di bawanya ke Jepang.


Sungguh betapa berharga pelajaran yang saya dapatkan di ruangan itu. Saya bertemu dengan orang-orang yang berpenampilan sederhana, namun apa yang mereka lakukan mampu menggetarkan hati siapa saja.

Saya bertemu dengan orang-orang yang mendedikasikan hidupnya sebagai pupuk untuk menggemburkan lingkungan Lombok. Mereka berjibaku demi melihat bangsa ini jauh melesat. Di tengah kemegahan Lombok sebagai destinasi wisata, mereka tak henti-hentinya menyuarakan perlawanan terhadap pengrusakan lingkungan dan sampah.

Saya juga mendapatkan definisi baru tentang Nasionalisme. Bahwa Nasionalisme juga berarti bagaimana merawat bangsa ini dari sesuatu hal yang dapat merusak citra ibu pertiwi dimata bangsa lain.

Nasionalisme tak hanya menyoal tentang tindakan-tindakan besar dalam memicu revolusi. Tapi juga melalui tindakan-tindakan kecil yang dilakukan dengan tekun secara terus menerus hingga membawa dampak besar. Nasionalisme tidak lagi tercermin dalam kisah perjuangan melawan imperialisme, tapi juga bagaimana melawan perilaku tidak bertanggung jawab yang justru dilakukan oleh masyarakat kita sendiri.

Saya membenarkan apa yang dikatakan oleh Samuel Johnson, bahwa "pekerjaan besar tidak dihasilkan dari kekuatan, melainkan oleh ketekunan." Apa yang tengah dilakukan para srikandi pejuang lingkungan di Lombok adalah sepenggal kisah yang harus dijerat dalam aksara. Mereka tidak terhimpun dengan massa berskala besar, tapi tekad dan ketekunan mereka yang diwujudkan dalam komitmen merawat lingkungan serupa pancuran air yang lambat laun membuat lobang pada sebilah batu.

Mereka tak pernah mengumbar apa yang mereka lakukan, mereka hanya berfikir bagaimana mengetuk pintu hati orang-orang di sekeliling mereka untuk ikut berjalan secara beriringan. Dalam keterbatasan, mereka justru mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain dari hal-hal sederhana yang tidak kita duga. Bahkan tak ada pengharapan bahwa setiap jejak sosial yang mereka lakukan akan diliput oleh media manapun.

Di tanah Sasak, saya menemukan banyak embun kebijaksanaan dari para srikandi pejuang lingkungan. Apa yang mereka lakukan adalah angin kesejukan yang senantiasa akan menuntun langkah kaki kita kepada kebaikan.

Mataram, 29 Oktober 2016

Komentar

  1. Mahasiswi Jepang lebih perduli, aduh terasa malu diriku ini. Permasalahan sampah memang komplek, rakyat ingin sadar buang sampah ,tapi tempat pembuanganya tidak memadahi. Ini memang urusan kompleks, Jadi ingin bukunya..bolehlah aku dikirim.

    BalasHapus
  2. salam kenal mas Imron.
    Beruntung sekali mas dapat mengikuti Workshop yg sangat bagus ini, menginspirasi. Semoga kita dapat mengambil faedahnya dan mensosialisasikan serta mengimplementasikan dalam karya nyata.

    Urusan sampah harus menjadi urusan serius. Bentar lagi musim hujan ..nah !

    Menyulap sampah menjadi barang bernilai tinggi. Tasnya kereennn ..

    Salute dengan nara sumber.

    BalasHapus
  3. udah cantik peduli sama lingkungan pula, apalah dayaku hanya bisa memberi dukungan lewat komentar ini, semoga semakin sukses dan terus memperjuangkannya

    BalasHapus
  4. Wow..keren yak. Hasil daur ulang sampah ternyata bisa memberikan hasil yang bagus. Added value namanya yak.

    Itu mahasiswa Jepun sampai jauh-jauh ke Indonesia buat mempelajari pengelolaan sampah. Ya ampun, orang luar lebih peduli ternyata yak.
    Btw, wisata sekarang diarahkan ke sustainable tourism. Tapi itu perlu aksi terpadu dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah. Semoga bisa terwujud lah yang namanya sustainable turism ini, toh yg mendapat manfaatnya juga masyarakat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah mba Levina cukup mahor berbicara pariwisata ni hehe

      Hapus
  5. Keren mbak Aisyah...saya pernah sekali ke bank sampah milik beliau..keren..:)

    BalasHapus
  6. Wah apa yang di lakukan oleh srikandi ini benar-benar menginspirasi. Terimakasih mas sudah membagikannya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hal-hal inspiratif harus di sebarluaskan mas :)

      Hapus
  7. Bahwa Nasionalisme juga berarti bagaimana merawat bangsa ini dari sesuatu hal yang dapat merusak citra ibu pertiwi dimata bangsa lain. Saya sangat setuju dengan kata itu mas.

    BalasHapus
  8. Saya tertegun membaca apa yang di lakukan teman2 di Lombok. menginspirasi sekali mas. Salam :)

    BalasHapus
  9. Tulisan ini cukup menghempaskan. Sekarang sudah jarang sekali yang peduli terhadap lingkungan termasuk generasi muda. Terimakasih mas Imron sudah membagikan

    BalasHapus
  10. Sungguh keren. Kita yang muda2 dibuat iri oleh aktivitas para srikandi ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tetap senangat untuk kita para grnerasi pembaharu

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k