Langsung ke konten utama

Bom Waktu di Sumbawa Itu Bernama Illegal Logging


Illegal Logging

Di berbagai media online terdapat diskusi tentang Pilkada Jakarta yang semeraut. Hiruk pikuk pusat pemerintahan membuat mereka alpha untuk membicarakan fenomena yang terjadi di sekitar mereka saat ini. Dari jendela kecil di layar ponsel saya mengamati beberapa postingan mereka.

Mulai dari tukang sate yang memprotes harga daging, sekelompok pemuda yang masih saja menebar kebencian pada salah satu bakal calon, seorang yang menganggap dirinya pengamat politik sungguhan lalu lebih dulu membicarakan pilgub NTB yang akan berlansung beberapa tahun lagi, ada juga tentang sekelompok massa yang memadati kantor bupati demi menuntut kecurangan di pilkades, hingga sekelompok pejabat yang lebih banyak berbicara prestasi mereka ketimbang penderitaan rakyat.

Dari semua postingan itu, tak ada satupun diskusi mendalam tentang realitas sosial yang tengah menimpa masyarakat Sumbawa umumnya. Semuanya tak lebih dari usaha memperjuangkan suatu kelompok. Semua hanya berkutat pada kepentingan kaum tertentu, tak nampak diskusi mengenai Sumbawa secara menyeluruh.

Tak ada diskusi tentang bagaimana seharusnya kita menyingkapi permasalahan narkoba yang tengah mengancam generasi, saya juga tak melihat diskusi tentang bagaimana memutus rantai jaringan Illegal logging di Sumbawa yang sudah sedemikian mengakar. Nampaknya kita terlalu pandai membicarakan keutuhan rumah tangga orang lain, sehingga segala bentuk kerusakan yang berpotensi menjadi bomerang bagi keutuhan rumah tangga kita sendiri serasa di abaikan.

***

Di suatu sore yang pucat di Empang, Kabupaten Sumbawa. Ketika itu hujan seakan mengajak kita bermain petak umpet. Sesaat langit berhenti tumpah, tapi kemudian air jatuh bak ribuan jarum. Disana saya melihat senyum getir warga kampung memandangi sungai. Ada banyak tanya yang tersirat di wajah mereka, entah perasaan senang karena sebagian besar dari mereka adalah petani yang telah menanti kedatangan hujan atau rasa gundah melihat volume air sungai yang kian naik namun hujan belum juga berhenti?

Saya tidak tahu persis kata hati mereka satu persatu. Namun seperti biasa, bagi sebagian besar masyarakat Kecamatan Empang, musim penghujan tidak sepenuhnya membawa berkah. Perasaan takut akan terjadinya banjir adalah sejumput alasan mengapa kita wajib was-was ketika memasuki musim penghujan. Terutama bagi keluarga saya yang tinggal di pinggiran sungai.

Fenomena hujan bagi sebagian besar masyarakat pinggiran sungai bukanlah sekedar cerita tentang anugrah tuhan semata, tetapi juga tentang perasaan getir warga kampung yang takut kalau-kalau rumahnya kembali terendam banjir. Sepenggal cerita pahit tentang genangan air yang menyelimut rumah warga pada 2007 silam tidak serta merta hilang di dalam ingatan.

Masih terpatri dalam benak saya, ketika itu banjir datang dengan cita rasa yang ganas lalu menghanyutkan beberapa rumah warga kami. Saya berada di antara puluhan warga yang berlarian.

Beberapa diantara mereka tengah berusaha menyelamatkan harta benda yang masih tersisa. Sungguh miris melihat fakta yang terjadi ketika itu. Setahu saya desa kami tidak memiliki kawasan hutan, tapi mengapa cerita tentang banjir serupa sahabat yang mengetuk pintu rumah kami tiap tahun.

Ade gemuruh di dada melihat yang terjadi. Fenomena banjir yang salah satunya di sebabkan oleh maraknya Ilegal logging dan pembukaan lahan terbukti telah menjadi momok menakutkan bagi keberlansungan hidup masyarakat Sumbawa.

Tak hanya di Empang, beberapa tempat lain juga megalami hal yang serupa. Sebut saja Kecamatan Ropang, Lantung, Labangka dan Lenangguar. Beberapa wilayah ini tercatat mengalami kerusakan hutan terparah di Sumbawa.

Illegal logging serupa bom waktu yang siap meledak kapan saja. Illegal logging bagai angin yang tengah menanti datangnya badai. Sungguh benar-benar menghawatirkan. Para perambah seakan tak kenal takut dan kebal terhadap hukum. Tak hanya hutan lindung, kawasan Hutan Tanaman Industri juga ikut di rambah. Bahkan hutan Kecamatan Batulanteh yang juga diketahui sebagai kawasan penyanggah air Sumbawa juga di laporkan rusak.

Seiring hal itu, temuan demi temuan juga terus terjadi. Beberapa waktu lalu, berita tentang terbakarnya sejumlah kayu sitaan KPHP Batulanteh sempat menggetarkan publik. Belum lagi temuan BKSDA atas perambahan yang terjadi di hutan konservasi di pulau Moyo. Menurut data yang berkembang sejauh ini, ada sekitar 1.000 hektar lebih lahan yang sudah di rambah. Di ketahui juga bahwa kejadian ini telah terjadi semenjak 2010 lalu hingga sekarang.

Apa sebenarnya yang tengah terjadi di Sumbawa? Apakah para penegak hukum terlalu takut untuk bertindak tegas terhadap setiap mafia kayu? Atau jangan-jangan ada kekuatan besar yang bersemayam di balik setiap aksi mereka? banyak interpretasi liar prihal masalah ini. Tentunya publik bebas menebar opini sesuai analisa mereka terhadap berbagai kasus.

Peran serta pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi masalah pelestarian lingkungan sangat dibutuhkan. Mungkin saja Sumbawa tengah menanti pejuang sekaliber Chico Mendez. Seorang aktivis lingkungan asal Brasil yang lebih dari setengah hidupnya di habiskan untuk berjuang demi upaya melestarikan hutan hujan Amazon dan menganjurkan hak asasi manusia untuk petani Brasil serta masyarakat adat.

Salah satu kalimat Mendez yang masih melekat dalam benak saya adalah "Hanya satu hal yang saya inginkan, kematian saya akan menghentikan impunitas terhadap para pembunuh yang dilindungi oleh polisi Acre…Seperti saya, para tokoh penyadap karet telah bekerja menyelamatkan hutan hujan Amazon, dan membuktikan, kemajuan tanpa penghancuran adalah mungkin” Sebuah ungkapan yang bisa membasahi batin setiap pembacanya.

Mendez berusaha mengorganisir suatu gerakan yang di dalamnya terdapat peran serta masyarakat sekitar kawasan hutan demi memerangi praktik ilegal loging dan pembukaan lahan yang mengancam kelestarian hutan. Hal itu di lakukan dalam upaya menyelamatkan hajat hidup masyarakat banyak. Mendez berfikir jika saja praktik ilegal loging dan pembukaan lahan secara terus menerus di lakukan maka Brasil khususnya wilayah seputar kawasan hutan Amazon tinggal menunggu kehancuran.

Kasus-kasus besar seperti korupsi, pungli, serta isu-isu seputar barang haram yang mengancam generasi memang patut di sikapi, namun bukan berarti isu lingkungan sosial luput dari pandangan kita. Bayangkan ketika setiap hutan kita menjadi rusak, lalu tak ada secuil pun fungsi hutan yang dapat diserap oleh masyarakat banyak karena ulah beberapa oknum tak bertanggung jawab.

Masalah tentang kecurangan yang terjadi ketika pemilihan kepala desa justru lebih berhasil memicu banyak orang untuk melakukan aksi demonstrasi ketimbang menyuarakan tentang pelestarian hutan. Masyarakat kita justru lebih sibuk mengkafirkan orang lain yang sama sekali tidak mereka kenal ketimbang membuka mata lebih lebar sembari sejenak mengamati kondisi lingkungan sekitarnya.

Sejenak saya membayangkan kondisi masyarakat Sumbawa yang ideal. Di mana setiap petani kita dapat mewujudkan kemandirian pangan tanpa memikirkan pupuk yang kian langka. Di mana setiap nelayan kita dapat dengan tenang melakukan kegiatan laut mereka tanpa di khawatrikan oleh sejumlah aktivitas pengrusakan seperti pengeboman dan semacamnya. Di mana setiap peternak kita dapat leluasa memanjakan hewan mereka karena ketersediaan lahan LAR yang memadai.

Ah..!!! mungkin saya terlalu berlebihan.

Mataram, 27 Oktober 2016

Komentar

  1. jiwa pemberontaknya pada hal-hal yang busuk sudah menunjukkan kepeduliannya itu teh mang...mirip saya lagi muda dulu....sekarang mah, sabrodo teuing ah...abisnya di demo di kritik di giman-gimanin juga kebusukan itu telah menjadi harum di negeri ini mah....sistemnya sih yang demikian....

    jadinya sekarang mah saya teh fokus membina rumah tangga menuju sakinah, mawadah, waroh mah saja ah....
    mamang admin ajah yang melanjutkan yah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selagi menjadi mahasiswa saya tetap melawan. Entsh itu lewat aksi, tulisan atau hal lain. Kalau para cendikia muda kita tunduk dengan kekuasaan lantas masyarakat berharap pada siapa lagi mang :)

      Hapus
  2. Wah...kasihan sekali yang terkena banjir...polisi hutannya tidur mulu mungkin sampai gak tau hutannya ditebang..hmmmm

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya salah seorang yang paling sering terkena dampak banjir mba hehe

      Hapus
  3. Bisnis ilegang logging itu sungguh mengutungkan. Tanpa modal besar mendapatkan keuntungan berlimpah, yang penting berani sogok sana-sini, aman deh.
    Paling nanti masyarakat sekitar yang kena ruginya, banjir bandang.

    BalasHapus
  4. Kalau seperti itu ya menguntungkan beberapa orang, terutama yang jual beli kayu nya ya gan! Tapi merusak dan merugikan SDA kita

    BalasHapus
  5. nah yang kayak begini yang perlu di benahin pemerintah, bukan malah membahas hal-hal yang tidak penting, sedangkan mereka memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari keuntungan ya gan

    BalasHapus
  6. Taliwang dari dulu juga sering banjir ya,, bisa jadi gak cuma karena penebangan liar tapi karena banjir rob.. eh tapi empang deket pantai gak sih? Hehe belum pernah ke empang

    BalasHapus
  7. Kalau kondisi yang kang imron alami itu pernah kang saya alami tapi sudah lama dan sama seenaknya saja tanpa memikirkan dampak dan kerugian yang akan ditimbulkan dari kegiatannya, tapi saya sebagai asli orang sini tidak tinggal diam dan memperjuangkan wilayah yang sudah lama ditinggali dan tentu kalau ada yang merebut akan kami lawan walau harus mengorbankan nyawa sekalipun. Diibaratkan kita kalau merusak sarang lebah pasti lebahnya juga akan marah begitupun warga ditempat saya kang. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perjuangan itu tidak mudah, tapi bukan berarti kita harus berhenti. Semangat kang. Salam :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k