Langsung ke konten utama

Membaca Sapiens, Membaca Manusia

Buku Sapiens

Sejak buku ini diresensikan oleh penulis kondang Yusran Darmawan beberapa waktu lalu, saya sudah tidak sabar untuk membacanya. Sayang, butuh beberapa bulan menanti kehadiran Sapiens di Lombok.

Kemarin, saat berkunjung ke toko buku, saya melihat buku ini telah diterbitkan dalam versi bahasa Indonesia. Tanpa banyak menimbang, saya langsung membelinya.

Mulanya, Sapiens: A Brief History of Humankind diterbitkan dalam bahasa Hebrew, bahasa yang digunakan orang Yahudi di Israel. Ketika diterjemahkan dalam bahasa Inggris, buku ini langsung menjadi best-seller internasional.

Topik yang dibahas adalah lintasan panjang yang dilalui manusia selama 150.000 tahun eksis di planet bumi. Penulisnya, Yuval Noah Harari adalah anak muda kelahiran 1976, sejarawan yang meraih gelar PhD dari Oxford University. Kata Yusran, ia sepopuler JK Rowling di ranah fiksi anak. Yuval juga sehebat Samuel Huntington di ranah ilmu politik.

Yah apapun itu, rasanya memang selalu menyenangkan membaca satu buku yang didiskusikan secara luas di level internasional hingga menjadi bestseller dan dibahas di banyak media. Yukkk mari membaca.

Mataram, 30 September 2017

Komentar

  1. ah belum baca
    bagus banget buat belajar timeline manusia purba

    BalasHapus
  2. jadi, gimana isinya?

    sha bulan sep kemaren udah abca 6 buku! keren banget mengingat bulan2 sebelumnya ga minat. tapi nulis jadi males :D

    BalasHapus
  3. Waah bagus banget sepertinya bukunya. Sayangnya saya belum bisa beli buku baru, karena masih banyak buku di rumah yang ngantri untuk dibaca -_-

    BalasHapus
  4. Buku best seller internasional baru yak? Hmmm...nanti kalau dah selesai baca boleh dong sinopsisnya di share ... Hehe.

    BalasHapus
  5. Ouh aku pikir tadinya Yuval Noah Harari penulis dr Indonesia krn namanya... Eh, bener gk sih?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k