Langsung ke konten utama

Membaca Peluang Baru di Era Digital


Buku Creator. Inc

Jika dikelola dengan baik, pendapatan dari profesi ini bisa mencapai 50 juta per bulannya. Hal itu disampaikan Yoga Arizona, pemuda yang sukses menjalani profesi sebagai content creator. Ia populer di instagram dan youtube. Berawal dari sering ditolak tiap kali ikut kasting, ia akhirnya mulai membuat video sendiri.

Pria berkacamata yang akrab disapa Kuka itu memiliki 300 ribu lebih pengikut di instagram dan 21 ribu subscriber di youtube. Tak hanya itu, Yuga juga sering diundang menjadi bintang tamu dalam acara talk show televisi, serta aktif menjadi nara sumber di berbagai seminar.

Demi menggaet sejumlah followers, Yoga sering mengunggah video lucu-lucuan melalui akun dubsmash miliknya. Ia kerap menirukan gaya selebriti papan atas negeri seperti Syahrini, Cinta Laura, hingga Deddy Corbuzier. Walhasil, aksi kocak itu mengundang banyak respon dan gelak tawa. Mulailah ia dikenal sebagai content creator.

Yoga memperolah income yang tak sedikit dari aktivitasnya itu. Kini, setiap bulannya ada saja klien yang meminta dirinya untuk memasarkan produk di instagram. “Kadang dalam satu bulan produk iklan yang masuk banyak. Kadang cuma ada satu. Kadang juga ngak ada sama sekali. Bergantung ramai atau tidak. Jika sedang ramai, dalam sebulan aku bisa menghasilkan hampir 50 juta, tapi kalau lagi sepi, paling 10 juta”. Ungkapnya dalam satu wawancara.

***

Kisah tentang pemuda sukses ini saya temui saat membaca buku Creator. Inc, karya Arief Rahman, yang terbit beberapa waktu lalu. Buku ini membuka wawasan tentang perkembangan dunia baru, lahirnya banyak peluang usaha berkat kemajuan teknologi serta perubahan sosial yang sedang dan akan terjadi. Arief merangkum wawancara dengan sejumlah anak muda yang telah sukses membangun bisnis. Terlebih, mereka menjalankannya sesuai passion masing-masing.

Tesis utama yang diusung dalam buku ini adalah bagaiama perkembangan teknologi turut menggandeng sejumlah profesi baru yang menggiurkan. Blogger, animator, kreator konten, perencana keaungan, hingga menjadi seorang komika merupakan beberapa profesi baru yang banyak dijumpai di abad digital.

Argumentasi dalam buku ini sangat kuat dan bertabur banyak bukti. Wajar saja sebab buku ini diolah dari hasil riset. Saya juga membaca metode penelitiannya. Arief membangun tim peneliti, lalu mewawancarai ratusan narasumber, para kreator yang berhasil dalam karier. Semula ada 150 anak muda, kemudian mereka memilih sejumlah nama untuk dijadikan sampel yang refresentatif. Melalui proses yang panjang, buku ini lalu lahir dengan bahasa yang renyah sehingga memudahkan siapapun yang membacanya.

Hal lain yang saya temukan adalah bagaimana memaksimalkan sebuah hobi sebagai jalan setapak menuju dunia impian. Ada kiat-kiat enterpreneur skills yang dapat dipelajari dan diaplikasikan dalam membangun karier sebagai seorang kreator. Yang perlu diketahui adalah, membangun sebuah usaha, tak cukup hanya dengan mengandalkan keterampilan teknis yang bisa diperoleh saat bekerja di perusahaan profesional, tetapi juga membutuhkan keterampilan bisnis. Tak percaya?

Arief memberikan contoh. Dua perusahaan digital dunia sekelas Facebook dan Google pernah terjebak pada produk mereka sendiri. Kreator Facebook Mark Zuckerberg, awalnya hanya membuat aplikasi ini sebagai hiburan. Ketika tumbuh dengan jumlah pengguna yang banyak, Facebook tetap saja belum menghasilkan pendapatan yang memuaskan. Sebagai seorang programmer dari universitas sekelas Hardvard, Mark berpikir akan tetap mendapatkan penghasilan jika Facebook menjadi media sosial yang keren. Namun, ini tidak cukup untuk mempertahankan pertumbuhannya, bahkan sempat melambat.

Barulah ketika Sheryl Sandberg, mantan wakil presiden pemasaran Google, bergabung dalam tim, orientasi Facebook pun berubah. Sejumlah strategi disusun untuk fokus pada pendapatan iklan, dari sinilah salah satu media sosial terlaris ini mendapat banyak keuntungan. Sharyl sanggup menangkap visi dan misi teknologi yang diusung Mark dan mengubahnya menjadi laha  gembur yang sedemikian menguntungkan.

Google pun sama. Situs yang mulai beroperasi pada 1998 ini didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin, dua orang mahasiswa program ilmu komputer di Stanford. Sebagai ilmuan komputer, mereka adalah jagoan pembuat algoritma dan koding-kodingan, tetapi tidak memiliki pengetahuan bisnis yang cukup agar ide mereka bisa dipasarkan. Eric Schmidt adalah orang yang kemudian melengkapinya dengan pengetahuan bisnis yang mempuni. CEO Novell ini sangat berpengalaman dan mampu membawa Google dengan IPO senilai 1,67 US Dolar.

Keterampilan inilah yang dirangkum oleh buku ini dalam beberapa bagian. Pertama, merintis jalan dan tapaki. Di bagian awal terdapat empat bab yang berisi fondasi, pemahaman konsep dari profesi seorang kreator. Terutama bagi mereka yang ingin merencanakan karier, bahwa ada profesi-profesi baru yang menjanjikan dan relevan dengan passion yang kita miliki.

Kedua, tunjukan karyamu. Bagian ini berisi enam bab yang berfokus pada pembahasan bagaimana cara sebuah produk bisa diterima oleh pasar. Ketiga, dari kreator menjadi perusahaan. Bagian terakhir ini berisi empat bab yang menguraikan tahapan transformasi yang harus dijalani, dari yang awalnya kreator, hingga menjadi seorang pebisnis dalam sebuah unit usaha. Ada tahapan-tahapan kecil yang harus dilewati serta strategi khusus di setiap tahapan agar perusahaan tetap bertahan dan terus tumbuh.

***

Pada akhirnya, di tangan mereka yang pas, hobi itu ibarat ayam bertelur emas. Mereka yang tak akrab dengan keputusasaan, akan terus mengasah skill hingga kelak menjadi pepohonan rindang berbuah kesuksesan. Selama ketekukan dan kemauan untuk terus belajar masih ada, selama itu pula pintu peluang tetap lebar menganga.

Masih banyak yang beranggapan bahwa sejumlah profesi baru yang lahir karena kemajuan teknologi belum bisa menjadi sandaran hidup. Masih banyak orang tua yang mengkhawatirkan anak-anaknya tidak bisa sejahtera tanpa berstatus sebagai pegawai negeri, karyawan kantoran atau berbagai pekerjaan bergengsi peninggalan masa lalu.

Akan tetapi, seiring waktu berjalan, keadaan mulai berbalik. Siapa sangka, anak muda yang dulunya hanya menjual stiker untuk para penyelam, kini bisnisnya mengakar kuat dibidang penjualan t-shirt hingga luar negeri. Ada pula seseorang ilustrator muda yang karyanya turut tercatat dalam buku cerita dongeng karya oenulis dari Amerika Serikat.

Sesaat membaca buku ini mengingatkan saya pada kisah pendiri youtube. Chad Hurley, Steve Chen, dan Jawed Karim memiliki hobi mendokumentasikan sesuatu. Mereka kerap kesal karena selalu kesulitan meng-upload video di internet. Tak disangka, kekesalan itu berbuntut pada revolusi besar di dunia visual.

Yah, dunia memang bergerak dengan cepat. Seiring dengan kemajuan teknologi, generasi baru pun bermunculan. Dalam usia muda, mereka punya kecerdasan, kreatifitas, serta solidaritas yang sangat kuat. Mereka dengan cepat bisa membangun kolaborasi dan jejaring, kemudian bersama-sama mendorong terjadinya perubahan.

Jika dulu, jabatan layaknya anak tangga yang harus ditapaki secara bertahap, sekarang bak tebing yang luas, curam, dan penuh rintangan. Tidak ada rute khusus, kita bisa melompat dari satu pijakan ke pijakan lain dengan bebas. Yang terpenting adalah jangan berhenti mencoba.

Inilah zaman ketika generasi baru bebas menentukan karir dan membuat dunia bekerja untuk mereka. Mereka lahir sebagai antitesa dari generasi sebelumnya. Mereka membentuk gaya baru, passion baru, serta cara kerja baru. Generasi baru ini bergerak lincah, dan bermanuver cepat, memahami aturan main, serta akrab dengan teknologi. Mereka disebut Net Generations, selalu terkoneksi dengan internet.

Generasi ini mampu melakukan banyak hal secara bersamaan. Mereka pandai memanfaatkan peluang, lalu menciptakan solusi sendiri terhadap suatu persoalan. Generasi-generasi baru ini juga membenci sistem birokrasi dan struktur yang bertele-tele, mereka selalu berusaha mendobrak tatanan tanpa harus melanggar aturan yang ada.

Ah, mungkin generasi seperti inilah yang dimaksudkan Soekarno dulu. Generasi yang akan membuat bangsa kita berlari cepat.

Mataram, 01 Agustus 2017

Komentar

  1. Artikelnya sangat memotivasi. Jadi penasaran sama bukunya.. (y)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berawal dari hoby bisa menghasilkan uang. Hidup bisa berkecukupan.

      Hapus
  2. Dunia kreatif emang luas banget >,<

    BalasHapus
  3. Teruslah berkreasi dan berinovasi, semangat

    BalasHapus
  4. kreatifitas mah tidak terbatas oleh ruang dan waktu serta tidak berbataslangit dan berbatas bumi, semua muncul dari mimpi dan penerawangan otak kita yang hanya segenggaman tangan....padahal mah kan?

    BalasHapus
  5. selalu cemburu dengan orang-orang yang kerja berdasarkan hobi. Jujur aja, sampe sekarang masih bingung. passion sha apa. hahaha

    sebulan min 10juta itu itungannya udah gede banget. Bahkan pegawai kantoran aja belum tentu gajinya segitu :)

    BalasHapus
  6. Dikampung saya masih punya pandangan, didepan komputer dianggap orang bermalas ria dan dianggap hanya bermain games.
    Orang akan dipandang dan dihormati jika berstatus pegawai negeri.

    BalasHapus
  7. Hobi bila ditekuni dengan serius bisa jadi sesuatu yang menghasilkan, mari kita tekuni hobi dengan segenap kemampuan kita masing-masing...

    BalasHapus
  8. Kalau kerja berdasarkan hobi memang mengasikan, kata Kang Ridwan Kamil mah, pekerjaan yang paling menyenangkan itu hobi yang dibayar.

    Penghasilan disaat sepi juga udah besar banget, semoga kita semua selalu dimudahkan rezekinya..aamiin..

    BalasHapus
  9. Blogger jomblo gak masalah, karena sedang sibuk membangun konten..
    *nggggg

    Nah, setuju juga dg salah satu komen dr nyonya yg rajin mbikin status baper gegara masih honeymooner, dunia kreatif memang tak berbatas.

    Meskipun begitu (dg aksen & spelling a la Naruto), semoga kita selalu di barisan blogger penyebar plus penjaga konten2 positif.
    Aamiin ya Rabb.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih