Langsung ke konten utama

Legitimasi Blogger, Lumpuhkan Otoritas Media Mainstream



Disaat dunia teknologi telah berkembang sedemikian pesat dan akses informasi begitu mudah dilakukan, disaat itu pula kita harus mengamini bahwa apa yang pernah diramalkan oleh Alvin Toffler, seorang peramal masa depan bukan sekedar mitos belaka. Toffler pernah membagi gelombang peradaban manusia atas tiga fase, pertama yaitu zaman peradaban pertanian, selanjutnya zaman peradaban industri, dan terakhir zaman peradaban informasi.

Toffler telah menduga bahwa kelak, manusia akan mencapai satu peradaban informasi yang unggul dan serba praktis. Zaman ini ditandai dengan banyaknya produk-pruduk digital yang memudahkan manusia dalam berinteraksi dengan dunia sekitar.

Inilah zaman dimana dunia teknologi informasi telah menjelma sebagai satu atmosfer demokratis yang merubah semua tatanan. Dunia informasi telah mengubah peta sosial, peta bisnis, dan juga peta intelektualitas dunia. Melalui jendela kecil di layar ponsel dan laptop, orang-orang dengan mudah melempar ide ke ruang maya. Ide itu lalu beresonansi dengan semesta serta orang-orang yang berpikiran sama dengan mereka.

Sejalan dengan itu, generasi-generasi baru yang melek dengan dunia internet mulai bermunculan. Generasi ini membuka gerbang informasi kepada dunia luas. Mereka terbiasa melabeli diri sebagai blogger. Kehadiran mereka diawali dari ketidakpekaan masyarakat awam terhadap perkembangan zaman. Mereka lalu membentuk barisan sendiri, membangun komunitas dan bertukar gagasan melalui satu atmosfer informasi.

Hampir di semua kota, komunitas ini bermunculan dan membangun satu tradisi, yang dahulu dibiakkan oleh media-media mainstream. Kehadiran para blogger telah memaksa lanskap media untuk berubah. Mereka hadir membawa satu misi yaitu menyebarkan informasi bagi jutaan orang yang aktif berselancar diranah maya. Konten yang mereka bagikan kian beragam. Ada yang menulis pengalaman pribadi, tutorial menggunakan gadged, resensi buku, hingga destinasi wisata daerah masing-masing.

Di era transparasi publik seperti sekarang, keberadaan blogger adalah kekuatan baru yang melumpuhkan otoritas media mainstream. Mereka telah bertranspormasi sebagai pengendali informasi di abad digital. Kekuatan media mainstream seperti surat kabar, majalah dan tabloid lambat laun mulai memudar. Publik kini dimanjakan oleh kehadiran smartphone yang melayani kita dengan mudah untuk mengakses informasi dimana saja.

Media online ini tampil sebagai penguasa baru yang memiliki banyak kaki-kaki. Di antara kaki itu ada demikian banyak website, blog, serta media sosial yang serupa semut perlahan menggerogoti gajah besar media-media mapan. Perlahan, peta sosial juga ikut-ikutan bergeser.

Peluang inilah yang menopang keberadaan blogger. Perkembangan mereka didukung oleh kemajuan teknologi yang memudahkan segalanya. Smartphone adalah senjata utama mereka dalam menyebarkan berbagai konten. Ujung jemari warga bisa menjadi alat kampanye yang efektif hanya dengan cara meng-klik.

Legitimasi blogger atas perkembangan teknologi informasi telah diakui banyak pihak. Mereka tak sekedar lihai dalam menyusun sebuah konten dan aktif mempromosikan potensi daerah, bahkan pada kehidupan nyata, tak jarang mereka juga membuat satu kegiatan pelatihan kepenulisan dan mengkordinir banyak massa. Di Lombok, Nusa Tenggara Barat, eksistensi komunitas blogger telah berhasil memicu perhatian pemerintah untuk bermitra.

Oleh pemerintah NTB, para blogger diajak terlibat dalam satu agenda besar berbasis kepariwisataan. Mereka diajak mengkampanyekan pariwisata NTB secara aktif melalui berbagai media sosial. Akhirnya, kolaborasi pemerintah dan blogger tersebut membuahkan hasil. NTB keluar sebagai pemenang dalam Kompetisi Pariwisata Halal Nasional (KPHN) 2016 lalu.

Dunia blogger adalah dunia yang serba demokratis. Tak seperti media mainstrem yang cenderung melakukan keberpihakan, blogger menyajikan sesuatu yang lebih transparan. Mereka menulis apa yang mereka lihat dan rasakan sendiri. Mereka tak tunduk pada kekuatan tertentu, tak ada pula interpensi dari setiap konten yang mereka produksi. Namun dibalik itu semua, keberadaan blogger adalah pelepas dahaga bagi mereka yang haus akan informasi dan perkembangan zaman.

Mataram, 31 Januari 2017

Komentar

  1. Media mainstrem, kini tampak kekurangan ide sehingga mereka mencomot berita ya dari sejenis blogger atau youtube.
    Blogger semakin naik daun dan semakin dibutuhkan. Lihat saja sekarang situs-situs besar memburu dan bekerja sama dengan blogger-blogger, guna menunjang promosinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali, mereka mulai merambah sekarang

      Hapus
  2. Mntebbb... smoga independensi dan idealisme kita tetap trjaga... salam ketik

    BalasHapus
  3. Setuju, semoga keadaan blogger akan tetap seperti itu ya, tanpa ada keberpihakan pada apapun atau siapapun

    BalasHapus
  4. Eh tapi sekali aja euy kita dilibatkan pemerintah. Makin ke sini udah gak pernah lagi. Mereka belum aware kali ya...hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin proyek pariwistanya sudah memenuhi target mba :D

      Hapus
  5. bener banget blogger itu demokratis, tapi itu tidak 100% juga demokratisnya ^:D

    BalasHapus
  6. makanya para bloggerlah yang bisa mengalahkan meinstrim sehingga legitimasi lumpuhkan otoritas

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k