Langsung ke konten utama

Bung Tomo Sang Penggugat

Bung Tomo

Di hari ini, jutaan penduduk Indonesia memperingati hari pahlawan. Nama Bung Tomo disebut-sebut sebagai orator ulung dan gagah berani menentang tentara Inggris yang kembali berniat menguasai Surabaya. Tapi saya ingin mengenang lelaki yang aslinya bernama Sutomo itu dengan cara lain. Beliau bukan sekedar singa podium, beliau adalah seorang religius yang anti poligami. Bahkan diatas semua itu, lelaki kelahiran Surabaya, 02 Oktober 1920 ini adalah seorang yang terbiasa menggugat rezim pengusa.

Semenjak belia, Bung Tomo telah memiliki ketertarikan tersendiri terhadap dunia jurnalistik. Dia mengawali kariernya sebagai wartawan ketika berusia 17 tahun. Media tempatnya bekerja antara lain harian Soeara Oemoem, harian berbahasa Jawa Ekspres, mingguan Pembela Rakyat, dan majalah Poestaka Timoer. Dia juga pernah menjabat sebagai wakil pemimpin redaksi kantor berita pendudukan Jepang, Domei, dan pemimpin redaksi kantor berita Antara di Surabaya.

Berada di dalam gerbong jurnalisme, membuat Bung Tomo sangat dekat dengan segala aktivitas dan kebijakan pemerintah kala itu. Dia tak segan untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap melenceng dari nilai-nilai demokrasi.

Kejujuran serta semangat nasionalisme yang ia miliki tak pernah goyah, bahkan hingga bangsa ini melepaskan diri dari bayang-bayang imperialisme sekalipun. Di masa pemerintahan Presiden Sukarno, beliau pernah menggugat kebesan pers yang dinilainya kembali membawa masyarakat kepada pembatasan kemerdekaan pers di jaman kolonial.

Hal lain yang dilakukan oleh ayah lima anak ini adalah menggugat presiden Sukarno karena keputusannya membubarkan DPR. Di mata Bung Tomo, jelas sekali bahwa apa yang dilakukan oleh bapak proklamator itu telah menciderai nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat. Menurutnya, membubarkan hasil pemilu yang sah, adalah sebuah penyimpangan.

Tak sampai disitu, orator yang yang pidatonya pernah membakar semangat perjuangan arek arek Surabaya itu juga pernah dipenjarakan pada masa pemerintahan presiden Suharto. Ketika itu dia dengan lantang mengkritik pembangunan TMII yang dinilainya tidak tepat. Beliau juga mengkritik praktek cukongisme sebagai realisasi nepotisme dan klik, melalui peran ekonomi yang berlebihan dari pengusaha nonpribumi.

Bung Tomo sangat keberatan atas sikap Suharto dan Ali Sadikin yang seolah-olah lebih menganakemaskan etnis tionghoa ketimbang pribumi. Akibat hal tersebut, dia pun terpaksa ditangkap dengan tuduhan melakukan tindakan subversif. Bung Tomo dikerangkeng tanpa proses pengadilan di Penjara Nirbaya, Pondok Gede selama satu tahun.



Bung Tomo
Bung Tomo
Cerita tentang sekelumit kehidupan Bung Tomo adalah cerita tentang perlawanan. Dia tidak hanya berjuang mengusir penjajah, tapi juga bertekad meniadakan segala bentuk penindasan di negeri ini. Tak peduli siapapun pemegang tampuk kepemimpinan, sebab ia bukanlah tipe generasi yang tunduk patuh dan membebek pada rezim penguasa. Tapi ia telah menjelma sebagai mimpi buruk bagi penguasa mamanpun.

Dalam bukunya yang berjudul "Bung Tomo Menggugat" kita setidaknya disuguhkan oleh semangat serta konsistensi dari tokoh ini sebagai pejuang yang benar-benar ingin membebaskan bangsanya dari belenggu penjajah dan kemiskinan. Dari sana kita bisa melihat bagaimana keberanian, kejujuran, serta kepolosan Bung Tomo dalam menghadapi situasi dan kondisi zamannya.

Barangkali yang patut dikenang dari tokoh ini adalah kata-katanya yang lugas dan lantang sehingga mampu menyentuh batin rakyat Surabaya kala itu. Pidatonya yang fenomal, adalah virus yang menyengat rakyat Surabaya, lalu menjadikan mereka sebagai kaki-kaki yang bergerak tanpa rasa takut sedikitpun. Slogan merdeka atau mati yang beliau ucapkan puluhan tahun lalu, serupa pupuk yang menggemburkan semangat bangsa ini dalam mengusir penjajah. Takbir yang beliau kumandangkan layaknya suara langit yang menggetarkan nurani rakyat untuk ikut bertempur melawan penindasan.

Di zaman ini, kita bahkan nyaris tak menemukan anak-anak muda yang suka membacakan naskah perlawanan. Anak muda kita lebih banyak berkerumun di media sosial, lebih memilih menulis status yang memusingkan pembacanya, sembari sesekali menampilkan foto selfie dengan bibir serupa donal bebek dan lidah yang menjulur keluar.

Anak muda kita lebih banyak membincangkan berbagai gadged terbaru, lalu melupakan pentingnya kesadaran sejarah, mereka lupa betapa bangsa ini masih membutuhkan orang-orang yang senantiasa ikhlas berada di garis perlawanan.

Mungkin inilah serentetan dinamika yang tengah dihadapi bangsa kita sekarang. Entah kapan kesadaran itu akan tumbuh dan mengakar lalu menjadi sumbu yang meledakan penindasan dalam diri generasi muda kita. Hari ini, nama Bung Tomo disebut-sebut, tapi semangatnya jauh tertinggal di lembar-lembar lusuh buku sejarah.

Mataram, 10 November 2016

Komentar

  1. anak muda kita masih banyak yang berprestasi dibidangnya, anak muda kita masih banyak bekerja sesuai bidangnya, kebetulan aja lagi zaman sosmed, :D

    good writing, mengingatkan kembali tentang bung tomo

    templatenya dte.wweb.id ya

    BalasHapus
  2. Bila membaca sejarah sepak terjang perjuangan Bung Tomo, jadi ingat dengan tokoh yang juga sangat menginspirasinya dalam pertempuran 10 November dengan Resolusi Jihadnya, yakni Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali mas. Mereka adalah barisan Syuhada bangsa

      Hapus
  3. sosok seperti bung tomo emang layak di kenang

    BalasHapus
  4. Sayang bgt yak rmh bung tomo di sby diancurin. Sedih deh

    Tapi mas aku ga pernah foto monyongin bibir kok *cek cek ig dulu*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe iya mba. Sayang sekali rumahnya di hancurkan tempo hari

      Hapus
  5. Jadi inget pas ngajar anak2 di pelajaran IPS tentang bung Tomo, perjuangannya begitu berkoar2

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, semasa sekolah dulu Bung Tomo memang akrab dengan kita

      Hapus
  6. adakah anak muda sekarang yang seperti Beliu....?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah kurang tau, medan perjuangannya audah berbeda hehe

      Hapus
    2. beda tipis ma jawa barat hahah

      Hapus
  7. Aku baru tahu jika bung tomo pernah dipenjara di era orde baru, setahu beliau merantau ke jogja untuk mencari kerja. Ternya tidak semudah yang dibayangkan.

    BalasHapus
  8. di museum sepuluh november di surabaya masih didengarkan suara heroiknya Bung tomo :)

    BalasHapus
  9. aduh udah lama gak mampir kesini...
    hari pahlawan kemarin mengingatkan kita kembali akan perjuangan mereka untuk membela bangsa, terutama Bung Tomo yang memberikan banyak inspirasi oleh karena itu kita harus bisa mengikuti jejaknya dengan mempertahan kedamaian di negara ini. :)

    BalasHapus
  10. Anak muda? Jadi kamu udah tua, gitu? Wkwkwk

    Menurutku jangan kritik teknologinya, tapi pikirkan cara memasukkan semangat juang di era teknologi ini. Kayak para wali yang menyebarkan islam dg membaur di tengah masyarakat yg suka berjudi dll.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang di kritik hanyalah kesadaran sejarahnya mba hehe :D

      Hapus
  11. Pendalaman materi sejarah sepertinya perlu di perbanyak lagi sekarang ini ya mas.., anak2 muda lebih banyak aktif di medsos daripada belajar sejarah...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih