Langsung ke konten utama

Terhimpit dan Harus Bangkit



Terhimpit dan harus bangkit

Semua berjalan begitu cepat. Empat tahun bukan waktu yang singkat bagi seorang Introvert untuk berjuang. Kuliah, pulang, nangkring,  diskusi, liburan, semuanya adalah hal rutin yang dilakukan. Namun sekarang merupakan titik balik dari itu semua, dimana seorang Introvert harus berani memaklumi bahwa menjadi wisudawan adalah harga mati untuk membahagiakan dua sosok manusia super didalam hidupnya.

Melihat kawan seperjuangan lebih dulu mengenakan toga kebahagiaan adalah hal yang paling menyakitkan bagi seorang introvert. Hanya saja dia sedang mempraktekkan teori dari salah satu novel is kesukaannya Kubler Rose.

Dia berusaha menyembunyikan semua kesedihan dalam hatinya dengan cara menyibukkan diri dengan komputer pribadinya. Sungguh metode pembalikan yang sangat norak bagi seorang mahasiswa teknik tingkat akhir.

Selasa pagi handphone miliknya bergetar. Ibu, seorang yang beberapa hari ini coba diabaikan oleh si introvert ternyata menelpon nya.

"gimana kabarmu nak" kata wanita tua yang suaranya agak membuat si introvert sedikit ketakutan.

"Oh iya saya sehat bu, ibu bagaimana?? Ibu sehat juga kan" Kata si introvert kembali bertanya.

"Ngak nak beberapa hari ini ibu kurang sehat, tapi alhamdulillah sekarang sudah agak baikan". Tak kuasa membendung air mata si introvert pun menangis.

"Nak kamu adalah harapan keluarga satu-satunya, sekarang kakamu sudah kerja walaupun tidak mengenyam bangku kuliah, adikmu masih kecil, ibu sangat berharap kamu menjadi orang yang lebih baik  di kemudian hari nak". Petikan kata terakhir yang membuat luka sangat dalam bagi si introvert.

Suasana hati sudah tidak karuan, apa yang harus kuperbuat. Seakan si introvert telah gagal memberikan kebahagiaan sebagai anak. Seharusnya dia wisuda tepat waktu layaknya teman-teman lain.

Ini adalah hal buruk yang semua orang pasti tidak menginginkannya. Tapi bagaimana lagi alurnya terus melaju seperti kereta api jurusan Gambir-Madiun. Dalam hati bertanya-tanya apa yang harus dilakukan.

Selesai sholat kadang hatinya agak tenang dalam beberapa menit, tapi setelah itu pikiran bersalah datang seketika, menghantui, seakan ingin mengatakan sesuatu, bahwa apa yang telah dilakukan si introvert selama empat tahun terakhir adalah salah,  tidak bermanfaat. Terhimpit dalam suasana serba salah, tapi lagi-lagi apa yang harus kuperbuat. Dalam benaknya terus mengatakan hal yang demikian.

Dia harus terus melangkah, continue to step. Dia harus menjadi seorang yang berhasil dalam dunianya sendiri. Begitulah yang dia pikirkan, dulu pendiri perusahaan kalang minyak di Amerika John Rockefeller pernah megalamai fase-fase sulit dalam hidupnya sebelum perusahaan miliknya itu menjadi salah satu perusahaan kalang minyak terbesar dan tersukses di dunia sampai saat ini.

Akio Morita sebelum mengantarkan sony ke puncak kejayaan juga pernah dihantui perasaan yang seakan membuat seluruh hidupnya hancur.

Itulah yang menjadi acuan bagi si introvert untuk kembali bangkit. Akan ada titik balik dari semua keterpurukan selama keterpurukan itu ditanggapi dengan sikap positif sehingga menjadi acuan untuk menjadi lebih baik pada fase selanjutnya.

Mataram, 05 September 2016

Komentar

  1. Semua orang pasti pernah mengalami fase-fase sulit dalam hidupnya tetapi sesulit apapun fase tersebut yakinlah kita bisa menghadapinya :-)

    BalasHapus
  2. Saya juga pernah kang mengalami fase fase yang sangat sulit kalau menurut saya mah dan waktu itu saya sempat mau putus asa karena memang sangat sulit sekali dan pada akhirnya ada yang menyadarkan saya kalau allah swt itu tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kemampuan mahluknya jadi dari situ saya mulai bangkit dan alhamdulillah sampai sekarang sudah bisa melupakan kejadiaan itu.

    BalasHapus
  3. hidup seperti roda kadang di atas kadang dibawah, terasa berat kalo kita tidak pandai bersyukur...., berjuang dan berdoa adalah kuncinya.......

    BalasHapus
  4. siklus kehidupan, tetep Allah yang mengatur segalanyah :)

    BalasHapus
  5. Kita harus sadar bahwa kita tidak sendiri...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k