Langsung ke konten utama

September dan Kesabaran


September

September ini sama sekali tak bersahabat. September adalah momok menakutkan bagi mahasiswa yang tak bisa mengejar target. Aku gusar melihat teman-teman seperjuangan ku mengenakan toga dan baju hitam besar layaknya hakim disebuah persidangan. 

Sebuah topi berbentuk persegi yang tentu saja tak bisa dipakai oleh mahasiswa abal-abal, mahasiswa pemalas, mahasiswa yang lebih senang mengenakan kaos putih oblong ketimbang almamater kampus, mahasiswa yang lebih senang memegang megaphone ketimbang presentasi didalam kelas.

Topi persegi itu adalah adalah buah manis perjuangan selama 4 tahun. Menandakan babak baru dalam kehidupan mereka telah dimulai, mereka telah sampai kepada titik pembuktian sebagai mahasiswa. Sementara aku! Aku masih mengayun sepedaku. Aku membohongi diriku sendiri jika mengatakan "Aku ini kuat."

Aku telah gagal dalam pembuktian 4 tahun ku, aku tak berdaya mendengar keluh kesah orang tuaku, mulutku tertawa melihat mereka memakai toga, tapi hatiku tidak. "Happy Graduation" adalah kata terbaik yang dapat ku tulis disetiap foto yang mereka bagikan di media sosial, sebab aku tak mau mereka mengetahui bahwa aku ini sebenarnya tak sekuat yang mereka bayangkan.

Bukan berarti aku penganut Psikoanalisis Sigmund Freud yang kesohor itu, aku juga tidak sedang mempraktekkan mekanisme pertahanan ego, lebih tepatnya aku sedang berusaha mengikuti hukum kausalitas dan keteraturan pola yang aku buat sendiri.

Sebenarnya wisuda tepat waktu tak sepenuhnya menjadi patokan dalam hal kesuksesan, tapi justifikasi sosial yang dibangun oleh masyarakat adalah sesuatu yang kerap membuatku gusar.

Bahkan aku pernah mencatat beberapa kata sindiran pada sebuah kertas, kemudian kertas itu aku tempelkan di dinding kamarku, sehingga aku bisa melihatnya setiap hari. Menurutku, itu adalah hal terbaik yang dapat aku lakukan sehingga bisa memotivasiku.

 "Kapan Wisuda". Sampai hari ini, merupakan kalimat terseram yang pernah ku dengar. Dulu ketika Awal - awal kuliah, pertanyaan seperti itu hanyalah pertanyaan simpel yang dapat dilontarkan oleh siapapun.

Tapi akhir-akhir ini sepertinya berbeda, seolah-olah pertanyaan seperti ini adalah ejekan, olokan, atau sebagainya. Benar sekali! Itu hanya perasaanku saja, perasaan yang timbul dalam diri mahasiswa fakultas teknik informatika tingkat akhir, yang masih mengayun sepedanya. Bisa dibilang semacam Sosial Phobia.


September


September ini memang mengajarkan banyak hal, Ada kata SABAR dibalik bulan ini, aku diajarkan untuk tidak hanya mengkonsumsi buku-buku yang berkisah tentang Perubahan - perubahan besar dan perjuangan, tapi juga harus membaca beberapa buku dengan citarasa motivasi tinggi didalamnya.

Aku mengakui bahwa aku sedang mengalami fase-fase yang tidak menyenangkan. Aku sedang berada pada titik yang tidak membuatku nyaman sama sekali, sebuah titik yang berhasil membuatku tertawa hanya karena aku melihat orang lain tertawa bukan karena ada sesuatu yang menggelikan. Semoga titik ini segera berlalu.

Mataram, 23 September 2016

Komentar

  1. semangat mas, saya sangat mengerti karena saya dulu juga merasakan hal yg sama :D *telat lulus 1 semester..jujur saat itu saya merasa terpukul & malu, tapi jangan sampe rasa malu malah membuat kita mundur..sekarang kalo di ingat2 lagi ada hikmahnya juga, saya jadi tahu mana orang yg benar2 mndukung saya..sukses trus ya :)

    diniratnadewi.blogspot.co.id

    BalasHapus
  2. Saya kira kang imron ini senang karena kan september itu ceria jadi harus cerita kang, hmm sepertinya harus banyakin berdoa deh kang agar harinya penuh dengan berkah dan bisa bahagia terus.

    BalasHapus
  3. Berjuang terus pantang menyerah, saya gak pernah merasakan bangku kuliah, mas, tapi life must go on.... Cemunguudt..., hehe..

    BalasHapus
  4. Sabar bro. Semua akan pada waktunya. Beruntung kan bisa kuliah, di luar sana banyak yang ingin kuliah tapi nggak kesampaian...

    BalasHapus
  5. Terimakasih teman-teman blogger :)

    BalasHapus
  6. wah pagi ini, saya banyak sekali baca artikel tentang kesabaran..
    thanks dan tetap semangat sob

    BalasHapus
  7. tetap sabar dan tidak lupa selalu berdo'a juga.. :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k